Thursday 12 December 2013

Sibuk Organisasi Tetap Lulus Cumlaude

Ada yang bilang jika kegiatan organisasi yang diikuti saat kuliah dapat menjadi penghambat untuk lulus dan meraih nilai memuaskan karena menyita waktu untuk belajar. Namun anggapan tersebut tidak berlaku bagi Chita Faradilla.

prosesi pengesahan kesarjanaan dengan memindah tali toga dari kiri ke kanan.
Mahasiswa jurusan Pendidikan Guru PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu berhasil meraih gelar sarjana dengan meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) tertinggi untuk jenjang S-1, yaitu 3,83. Prestasi tersebut mampu ditorehkan Chita meski mengikuti berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan.

Menurut gadis kelahiran Bantul, 28 Oktober 1990 itu, rahasia untuk meraih IPK cumlaude adalah melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Dalam perkuliahan, warga Kanoman, Banguntapan, Bantul itu menggunakan paket SKS yang ditetapkan oleh kampus karena baru angkatan kedua.

Saya berusaha mempertahankan IP di atas 3,5. Caranya tentu saja dengan belajar di sela kesibukan saya dalam berorganisasi. Karena dengan menjadi aktivis, saya mendapat banyak pengalaman dari organisasi, ujar Chita, seperti dikutip dari situs UNY, Kamis(12/12/2013).

Alumni SMAN 5 Yogyakarta itu mengaku, telah mendapatkan pekerjaan sebagai guru di sebuah TK di Yogyakarta. Bahkan, pekerjaan tersebut diperoleh sebelum Chita wisuda. Hal tersebut, lanjutnya, merupakan manfaat yang diperoleh atas bekal materi dan praktik yang diperoleh selama perkuliahan.

Kegiatan praktik menghadapi siswa PAUD baru pada saat KKN dan observasi, namun pada semester sebelumnya telah dibekali dengan teori tentang pedagogik. Sekarang, saya  telah mengajar pada sebuah TK di Yogyakarta, sejak sebelum wisuda, ungkap putri sulung M Imam Taufik itu.

Riyani (kiri) mahasiswi lulus tercepat dan Chita Faradilla (kanan) IPK tertinggi 
Cerita berbeda datang dari Riyani. Mahasiswa jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNY itu dinobatkam sebagai lulusan termuda dalam wisuda UNY periode Desember 2013. Dara kelahiran Magelang, 25 Desember 1992 itu tersebut berhasil meraih gelar sarjana dalam usia 21 tahun.

Alumni SMAN 1 Muntilan itu menyatakan, telah memasuki jenjang SD sebelum umurnya mencapai tujuh tahun. Alasan Riyani sederhana, dia ingin bersekolah seperti teman-teman sebayanya.

Pada saat itu Riyani berstatus dititipkan karena secara umur masih belum bisa masuk SD. Namun apabila bisa mengikuti pelajaran dia diizinkan melanjutkan pendidikan tersebut. Dari sinilah warga Kragilan, Progowati, Mungkid, Magelang tersebut terpacu semangatnya untuk selalu menjadi yang terbaik.

Hal itu saya buktikan dengan selalu meraih posisi lima besar sejak kelas 1 hingga kelas 6. Saya tidak menemui kesulitan selama menempuh pembelajaran sejak SD hingga perguruan tinggi, urai Riyani yang meraih IPK 3,68 itu.

Sunday 24 November 2013

Begini Resep Agar Pelajar Tidak Brutal

Supaya remaja tidak brutal, sejak kecil anak jangan ditinggal-tinggal oleh orangtuanya dengan alasan bekerja. Sehingga anak tersebut kurang pengawasan dan perhatian dari orangtuanya sendiri.

Dosen Ilmu Pendidikan Lingkungan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Siswa Bangsa Internasional (USBI) Stien Johanna Matakupan, M.Pd berpendapat, dalam keluarga sebenarnya pada usia lima tahun pertama masa pertumbuhan anak-anak sedang dalam masa golden periode. Dalam hal ini orangtua yang berperan besar, misalnya orangtua lebih banyak bekerja dan menyerahkan pendampingan anak kepada pembantu, maka anak akan cenderung bersifat brutal.

“Lalu di lingkungan masyarakat juga bagaimana supaya anak-anak itu bisa berinteraksi lebih banyak dengan masyarakat agar tidak berkecenderungan dengan hal-hal yang menyimpang,” ujarnya, Kamis (21/11/2013).

Oleh karena itu, pendidikan karakter bagus dibicarakan di kelas (sekolah), namun akan lebih bagus bila dia terjun di masyarakat dan dibenturkan dengan kondisi yang ada. Misalnya ada sekolah-sekolah yang bagus sudah mulai memberikan program anak yang bekerjasama dengan masyarakat atau anak tinggal dengan masyarakat, dia akan mengalami benturan-benturan budaya. Di lain pihak dia akan belajar pada nilai-nilai yang berbeda.

“Kemudian pendidikan karakter juga lebih banyak kepada diskusi dengan orang dari berbagai golongan. Jadi dia paham, harus menghormati dari segala perbedaan, Indonesia beruntung sebenarnya dengan berbagai macam budaya untuk pendidikan karakter, cuma apakah ada kesempatan atau tidak untuk anak-anak untuk mengeksplorasi, terus juga kegiatan di lapangan misalnya pendidikan karakter untuk tekun, berarti dia harus berkegiatan seperti mengolah sampah atau kegiatan yang tangannya jadi kotor, harus menceburkan ke lumpur, harus mengalami yang tidak enak, itu juga sangat kurang dididik, kita hanya banyak fokus kepada pengetahuan seperti menyelesaikan soal, menjawab ulangan, nilai bagus,” ucapnya.

Lebih lanjut, Guru harus memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan hal seperti itu, walaupun muridnya marah dan menangis tidak apa-apa, namun itu proses belajar yang tidak harus melulu senang, tapi juga ada saatnya di mana dia harus merasakan hal-hal yang dia tidak suka.

“Ada juga orangtua yang tidak mengizinkan anaknya melakukan kegiatan yang sulit atau kesusahan, padahal itu adalah pendidikan karakter. Jadi, pendidikan karakter itu membutuhkan juga guru dan orangtua yang harus sedikit tega, contoh lain misalnya memukul juga tidak apa-apa tapi anak harus tahu kenapa dia dipukul, selama ini kan tidak, hanya ada timbul rasa benci anak terhadap orangtua, menjadi pelarian dan akhirnya pergi dari rumah,” ungkapnya. [Okz]

Monday 18 November 2013

Hei Mahasiswa, Jangan Takut Masa Depan

Pemerintah terus berupaya membangun bangsa yang berkarakter melalui pendidikan. Sebagai konsekuensi atas pembangunan bangsa berkarakter, maka bangsa Indonesia juga harus memiliki sifat mandiri.mandiri.

Demikian disampaikan Pakar Pendidikan Indonesia Darmaningtyas dalam kuliah umum bertema “Pemuda sebagai Inisiator Penggerak Indonesia Emas 2045” di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Semarang (Unnes), belum lama ini.

"Kemandirian bukan hanya soal fisik, tetapi soal mental. Ciri dari bangsa yang mandiri antara lain teguh kepada pendirian sendiri dan tidak mudah tergantung dengan bangsa lain," papar Darmaningtyas, seperti dilansir Okezone, Selasa (12/11/2013).

Sayangnya, hal tersebut tidak terjadi di Indonesia. Menurut Darmaningtyas, di Indonesia terdapat fenomena semakin tinggi pendidikan, semakin rendah kemandirian dan semangat kewirausahaannya. "Maka perlu adanya suatu usaha untuk mengubah mindset tentang kehidupan," jelasnya.

Sebagai penutup, Darmaningtyas mengutip kalimat dari Moh Hatta sebagai pesan kepada para mahasiswa yang hadir. “Hanya suatu bangsa yang telah menyingkirkan perasaan tergantung saja yang tidak takut akan hari depan. Hanya suatu bangsa yang paham akan harga dirinya maka cakrawalanya akan terang benderang,” tutup Darmaningtyas.

Okezone.Com

IPK Tinggi tak Cukup untuk Sukses

Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) bukan lagi satu-satunya ukuran yang menjamin kesuksesan seseorang di dunia kerja. Nilai akademis yang baik akan menjadi paket lengkap meraih kesuksesan jika ditambah dengan kerja keras yang dilakukan sepenuh hati.

Pendapat tersebut disampaikan Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana di hadapan para calon wisudawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Jebolan Ilmu Komunikasi Fisipol UGM itu mengingatkan, IPK tinggi tidak menjamin seseorang meraih keberhasilan.

IPK tinggi, lanjutnya, hanya menjadi salah satu kunci pintu masuk kesuksesan. Apapun pilihan Anda, jika tanpa memaksimumkan diri tentu tidak akan berhasil. Karena keberhasilan lebih ditentukan tindakan sesorang dengan sepenuh hati dan sepenuh aksi, kata Danang, seperti dinukil dari laman UGM, Minggu (17/11/2013).

Sementara itu, pembicara lainnya, yakni Pimpinan Yayasan Ani-ani Jewellery Budi Utomo mengungkap, keberhasilan bisa dilihat ketika sebuah profesi bisa menghidupi diri sendiri sekaligus menghidupi orang lain. Sementara pengalaman panjang, tambahnya, bisa mengantar seseorang pada pemahaman apa yang sebenarnya diinginkan selama ini.

Pada kesempatan itu, Pengelola Desa Wisata Brayut, Pendowoharjo, Sleman tersebut juga berbagi pengalaman dalam menjalankan sebuah bisnis. Menurut Budi, perencanaan dan riset-riset pasar penting dilakukan bagi calon pebisnis muda. Karena pasar pun terkadang tidak tahu apa yang dibutuhkan.

Oleh karena itu, kata Budi, para pebisnis muda harus jeli dalam melihat kesempatan dan tidak mudah putus asa. Inilah yang membutuhkan kejelian kita dan ditolak diawal-awal itu sudah biasa, tutur Budi.

Budi bercerita, pengenalan terhadap dunia kerajinan dan UMKM didapat saat bekerja pada perusahaan handycraft milik pengusaha Belanda di Bali. Merasa bosan dengan aturan-aturan, sistem, jadwal ketat dan lain-lain, Budi pun memutuskan mandiri dan membuka usaha sendiri.

Karenanya proses kreatif dimulai. Dunia pernak pernik cukup menantang dan saya teringat sejak kecil terbiasa bikin pensil sendiri, menghias kamar, dan lain-lain. Itu semua dimulai pada 2006 sejak saya kembali ke Yogyakarta, tutupnya.


ANTARA.News.Com

Wednesday 9 October 2013

Cara Intelek Kampus Lawan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian garang memberantas korupsi di Tanah Air. KPK konsisten menyelidiki, menangkap dan mengadili koruptor yang berada hingga di lembaga-lembaga tinggi negara. Terakhir, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar pun tidak luput dari borgol KPK.
Tetapi, KPK tidak bisa sendirian memberantas korupsi yang sudah mengakar kuat di Indonesia. Upaya hukum yang dilakukan KPK ini perlu dibarengi dengan upaya pendampingan dari pihak lain, termasuk perguruan tinggi. Caranya adalah melalui pendidikan anti-korupsi (PAK).
Mahasiswa yang merupakan agen perubahan sosial diharapkan dapat fokus membangun budaya antikorupsi di masyarakat. PAK pun menjadi penting sebagai bekal pengetahuan mahasiswa tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya. Tidak hanya itu, mahasiswa juga harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari. Demikian seperti dikutip dari materi presentasi Ditjen Dikti Kemendikbud tentang Pendidikan Anti Korupsi, Rabu (9/10).
PAK sendiri bisa berupa sosialisasi, kampanye, seminar, diskusi hingga mata kuliah wajib atau pilihan yang diselenggarakan di perguruan tinggi. Beberapa kampus mengajarkan materi antikorupsi, seperti dalam mata kuliah Sosiologi Korupsi. Kampus lainnya juga gencar memberikan PAK melalui sosialisasi, kampanye atau seminar.
Sejak 2006, KPK telah melakukan kerjasama dalam hal PAK dengan berbagai perguruan tinggi seperti Unika Soegijapranata dan Universitas Negeri Semarang (Unnes). Universitas Paramadina menjadikan PAK sebagai mata kuliah wajib sejak 2008, bobotnya dua SKS. Sementara itu di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Nasional (Unas), PAK dengan beban dua SKS menjadi mata kuliah pilihan.
Kampus lainnya tidak mau ketinggalan, mereka menyisipkan materi PAK ke dalam mata kuliah tertentu. Misalnya, Universitas Padjadjaran (Unpad) menyisipkan materi PAK ke dalam mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK). Kedelapan MPK itu adalah Pendidikan Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan, Agama, Pancasila, Ilmu Budaya Dasar, Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu Alamiah Dasar. Selain memperkaya pengetahuan mahasiswa tentang korupsi, Unpad juga memfokuskan PAK kepada aspek afeksi dan psikomotorik.
Sama dengan Unpad, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta juga menyisipkan PAK ke tujuh mata kuliah umum. Pihak kampus tidak ingin menambah beban mahasiswa dengan menjadikan PAK mata kuliah tersendiri. Ketujuh mata kuliah yang disisipi PAK adalah Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila, Agama, Bahasa IndonesiaIlmu Kealaman Dasar, Ilmu Sosial Budaya Dasar dan Kewirausahaan.
Agar visi dan misi PAK tercapai, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun membuat acuan buku ajar untuk PAK. Sesuai buku ini, mahasiswa akan mempelajari delapan topik utama yaitu pengertian korupsi; faktor penyebab korupsi; dampak masif korupsi; nilai dan prinsip antikorupsi; upaya pemberantasan korupsi di Indonesia; gerakan, kerjasama dan instrumen internasional pencegahan korupsi; tindak pidana korupsi dalam peraturan perundang-undangan; dan peran mahasiswa dalam gerakan antikorupsi.
Perkuliahan PAK dilaksanakan selama satu semester sebanyak 14-16 kali pertemuan tatap muka. Kedelapan topik tadi diberikan dalam delapan kali pertemuan. Sementara itu, delapan pertemuan lainnya bisa diisi dengan kuliah umum dari para tokoh pemberantasan korupsi, studi kasus, pemutaran film dan analisisnya, tugas investigasi, tugas observasi, tugas pembuatan makalah, tugas pembuatan prototipe teknologi yang terkait dengan pemberantasan korupsi, dan tugas-tugas lain yang disesuaikan dengan karakteristik program studi pada perguruan tinggi masing-masing.
Selain PAK secara struktural dari kampus, banyak juga kegiatan mahasiswa yang mengedepankan nilai-nilai antikorupsi. Misalnya, kampanye ujian bersih. Caranya berupa pembuatan media prograganda berupa baliho, spanduk dan poster atau melalui media online. Organisasi kemahasiswaan juga menanamkan kampanye ujian bersih dan nilai kejujuran ini pada proses kaderisasi.
Bahkan, mahasiswa di beberapa kampus membentuk komunitas antikorupsi. Di Universitas Brawijaya (UB) Malang ada Komunitas Trapesium dan di Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar ada Komunitas Garda Tipikor.
ANTARA.Com

Kapan Bahasa Indonesia Lahir

Sejak kecil, kita belajar bahasa Indonesia. Dimulai dengan pengenalan alfabet, hingga membuat kalimat sederhana seperti, Ini ibu Budi. Tapi pernahkah kamu mencari tahu tentang sejarah bahasa Indonesia? Mengapa kita menggunakan bahasa yang berakar dari bahasa Melayu ini dan bukan memilih satu dari ratusan bahasa daerah di Tanah Air.
Salah satu kegiatan dalam Bulan Bahasa Tahun 2012 adalah pemilihan Duta Bahasa Nasional.
(Foto: dokumen Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa)
Penggunaan bahasa Melayu di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sudah dimulai sejak abad ke-7.  Sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) dan perdagangan bahasa Melayu pun tumbuh dan berkembang. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu juga dipakai di buku pelajaran agama Budha dan berfungsi sebagai bahasa kebudayaan.
Kemudian, bahasa Melayu kian tumbuh dan berkembang seiring penyebaran agama Islam di Nusantara. Bahasa Melayu juga dipakai di berbagai literatur sastra abad ke-16 dan 17 seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur, demikian disitat dari laman Badan Bahasa, Rabu (9/10/2013).
I Gede Wahyu Adi Raditya (kiri) dan pasangannya Kadek Ridoi Rahayu terpilih sebagai Duta Bahasa tingkat Nasional pada acara Puncak Bulan Bahasa dan Sastra 2012 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Jakarta, Selasa (30/10/2012) | KOMPAS.com/Ali Sobri
Dalam perkembangannya, Bahasa Melayu dipengaruhi corak budaya daerah dan menyerap kosakata dari berbagai bahasa seperti Sanskerta, Persia, Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Kini, kita juga mengenal bahasa Melayu dengan berbagai variasi dan dialek.
Nah, perjalanan panjang bahasa Melayu sebagai lingua franca membuktikan, bahasa ini bisa mempersatukan bangsa Indonesia yang majemuk. Bahasa Melayu kemudian dikukuhkan menjadi bahasa Indonesia dan sebagai bahasa pemersatu bangsa pada 28 Oktober 1928.
Yup, kelahiran bahasa Indonesia memang pada momen Kongres Pemuda Indonesia II. Ketika itu, para pemuda Indonesia dari pelosok Nusantara berkumpul dan berikrar bahwa mereka, (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Tiga ikrar ini kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional, demikian dilansir Badan Bahasa.
Secara yuridis, pernyataan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Hingga kini, perkembangan bahasa Indonesia terus berjalan, termasuk melahirkan varian baru dalam bahasa Indonesia: bahasa gaul. Ini semua tidak lepas dari peranan kegiatan politik, perdagangan, dan media massa dalam memodernkan bahasa Indonesia.
ANTARA.Com

Wednesday 21 August 2013

Demi Pendidikan Rela Jadi Penarik Becak

Kuliah di perguruan tinggi negeri menjadi gengsi tersendiri bagi sebagian orang. Selain proses seleksi yang tak mudah, nilai prestige menjadi pertimbangan untuk bisa kuliah.
Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) Deden Iskandar salah satunya. Kepada Okezone, ia menceritakan rasa bangga dan jerih payahnya ketika bersekolah hingga bisa masuk ke universitas asal Sumatera Utara itu.
Deden adalah anak ke-2 dari 4 bersaudara. Ayah Deden berprofesi sebagai penarik becak motor (bentor). Kakak Deden mengalami putus sekolah. Ia tidak tamat SMA. Aku ingin terus sekolah, aku tidak ingin seperti abangku, kata Deden singkat.
Sejak kelas 2 SMP, Deden sudah bekerja. Ia mencuci motor untuk mendapatkan uang. Ketika SMA, ayahnya membelikan motor kepada Deden dikarenakan jarak rumah ke sekolah yang jauh.
Ketika SMA aku dibelikan motor. Lalu aku inisiatif membuat bak gandeng untuk dijadikan bentor. Setiap pulang sekolah aku narik bentor, lalu setelah itu aku les, tutur alumnus SMA Negeri 1 Kota Pinang ini.
Uang yang diperoleh Deden pun digunakan untuk les tambahan dan sebagian ia sisihkan untuk kuliah nanti. Orangtua Deden kerap melarangnya untuk bekerja. Deden diminta untuk fokus sekolah saja. Namun Deden merasa kasihan, ia ingin meringankan beban orangtuanya mengingat masih ada dua orang adik.
Capai sih, sekolah sambil narik bentor. Habis aku kasihan lihat bapak kerja sendiri. Tapi justru dari bekerja itu, aku malah mendapat motivasi lebih, ungkap pemuda yang kerap jadi juara cerdas cermat saat sekolah ini.
Setelah lulus sekolah, Deden berhasil masuk ke USU. Ia membayar biaya kuliah dari uang yang terkumpul selama ia bekerja saat sekolah dulu. Terkumpul Rp7 juta, tapi itu tidak cukup untuk membayar seluruh biaya kuliah, jadi masih harus utang ke saudara, kata mahasiswa akuntansi ini.
Kini, Deden tidak pusing memikirkan biaya kuliah, ia berhasil memperoleh beasiswa dari Tanoto Foundation. Berkat kerja kerasnya, usaha yang Deden lakukan pun membuahkan hasil.
Okezone

Alhamdulillah, Berkat Beasiswa Nggak Jadi PRT

Ketika sudah bertekad, segala cara akan ditempuh untuk meraih apa yang diinginkan. Hal ini tercermin dari Stya Nur Istiqomah. Gadis kelahiran Lampung Utara, 19 tahun silam ini rela bekerja apa saja untuk bisa kuliah, termasuk menjadi pembantu rumah tangga (PRT).
Stya Nur Istikomah
Stya menceritakan, ia pernah merasakan menjadi PRT selama tiga bulan. Dia pun menuturkannya kepada Okezone.
Waktu itu aku enggak punya uang untuk beli formulir SNMPTN, aku juga enggak mau merepotkan bapak. Kebetulan waktu itu salah satu staf di tempat bapak bekerja sedang mencari pembantu rumah tangga. Jadi ya aku tawarkan diri saja. Satu bulan dibayar Rp600 ribu, kisah alumnus SMA 1 Negeri Merlung, Jambi ini bersemangat.
Stya menceritakan, untuk pergi ke sekolah ia harus menempuh jarak delapan kilometer (km) dengan menumpang truk besar. Ditambah kondisi jalan yang tidak bagus, yang kerap berlumpur apabila turun hujan.
Kalau hujan turun pasti sepatu kotor dan pakaian basah kuyup. Aku sering diejek teman-teman sekolah, pun sering dimarahin guru karena sering datang terlambat. Padahal aku terlambat itu kan bukan keinginan aku, tetapi karena faktor alam, tambah gadis yang kini berkuliah di Universitas Jambi.
Satya sempat kecewa karena tidak lolos SNMPTN, namun ia tidak menyerah begitu saja untuk bisa kuliah. Ia mengambil jalur PMDK yang disediakan oleh pihak sekolah dan akhirnya diterima di Universitas Jambi. Tidak sampai di situ, Satya pun memikirkan bagaimana caranya untuk membayar uang kuliah nanti.
Aku sempat berpikir untuk bekerja lagi sebagai pembantu atau kerja hal lain supaya bisa membiayai kuliah. Untung waktu itu aku menemukan informasi mengenai beasiswa. Aku daftar, ikut seleksi, dan diterima. Untung lah aku jadi bisa kuliah secara gratis, papar mahasiswa jurusan Agroekoteknologi.
Dia mendapat beasiswa dari sebuah yayasan berbasis industri rokok. Jasa perusahaan itu sangat besar dalam hidup aku. Kelak apabila lulus nanti aku akan mengabdi di perusahaan itu, imbuh dia. Perusahaan yang dimaksud adalah Tanoto Foundation.
Orangtua pun menjadi sosok yang sangat berperan dan selalu menyemangati Stya. Ibu pernah berpesan, 'hidupmu itu pilihanmu, pertanggungjawabkan pilihanmu itu', tutup Stya. (OKZ)


Cari Duit untuk Beli Formulir SNMPTN
Bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi negeri masih menjadi mimpi banyak orang di Indonesia. Salah satunya Tya Nur Istiqomah (20), siswi SMAN 1 Merlung, Jambi.
Untuk mendapat secarik formulir Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), gadis yang sering disapa Tya itu harus rela menjadi pembantu rumah tangga.
Tya rupanya sudah terbiasa bersusah payah untuk mendapatkan pendidikan. Sejak SMP sampai SMA, dia harus menumpang truk untuk bisa bersekolah yang jauhnya hingga 8 kilometer.
"Dulu SMP SMA harus bisa semua naik ke atas truk jam 6 pagi. Nanti kalau di tengah jalan kehujanan kita harus plastikin sepatu kita. Sudah sampai sekolah pasti banyak yang ejek karena kita kebasahan," cerita Tya di gathering Tanoto Foundation di desa Batu Layang, Cisarua, Senin (19/8).
Tya tidak bisa protes atau meminta fasilitas sekolah dengan mudah kepada orangtuanya. Sebab bapak-ibunya hanya bekerja sebagai petani kelapa sawit. Situasi semakin pelik ketika ayah Tya berhenti bekerja. Tya yang kebingungan kemudian memantapkan hati untuk tetap maju ke perguruan tinggi.
"Bapak paham saya bilang mau kuliah. Saya harus bisa masuk. Saya lalu jadi pembantu rumah tangga buat beli formulir," kata Tya.
Selama tiga bulan, Tya bekerja menjadi pembantu di rumah asisten perusahaan bekas ayahnya bekerja. Dengan gaji Rp 600 ribu per bulan, dia berhasil membeli formulir SNMPTN. Sayangnya, saat ujian dia tidak lolos.
Tidak patah arang, Tya kemudian mencoba lewat jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) Universitas Jambi jurusan Agroteknologi. Lewat seleksi ini, Tya akhirnya berhasil lulus menjadi mahasiswa di sana.
Menjadi mahasiswa di perguruan tinggi, tak membuat Tya lepas dari persoalan uang kuliah.
"Saya ambil beasiswa Tanoto Foundation untuk jalur regional. Di Provinsi Jambi cuma empat orang yang terpilih dari 100 pendaftar. Salah satunya saya," kata Tya bangga.
Tya amat bersyukur atas beasiswa yang diberikan Tanoto Foundation kepadanya. Dia berhasil membuktikan pada semua, termasuk orangtuanya bahwa dia berhasil masuk universitas dengan kesungguhan yang dia punya. Tya pun merapalkan pesan disampaikan ibunya.
"Apa yang kamu pilih adalah tanggung jawabmu," tutupnya dengan perasaan haru.
[ren/merdeka.com]

6.000 Guru Depok Siap Sukseskan Kurikulum 2013

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) se-Kota Depok menggelar halal bihalal dengan mengusung tema Melalui Halal Bihalal, Kita Wujudkan Tali Silaturahmi Untuk Meningkatkan Guru yang Bermartabat dan Kuat Menuju Pendidikan yang Bermutu. Hampir 6.000 anggota PGRI Depok hadir dalam kegiatan tersebut.
Ketua PGRI Kota Depok Eman Hidayat mengatakan, acara tersebut merupakan ajang silaturahmi keluarga besar seluruh Dinas Pendidikan dan PGRI Kota Depok. Dia pun mengapresiasi pemerintah kota yang menaggung biaya pendidikan bagi siswa miskin.
Turut berpartisipasi, kata Eman, mereka pun turun ke lapangan untuk mendata anak yang putus sekolah. Kami turut mengentaskan siswa yang putus sekolah di Kota Depok, dengan terjun langsung ke RT/RW untuk mencari data anak yang putus sekolah, jelas Eman di GOR Kartika Kostrad Cilodong, Rabu (21/8/2013).
Dinas Pendidikan, lanjutnya, juga memiliki gerakan peduli siswa yang melibatkan siswa untuk mendata teman-teman di lingkungan mereka yang tidak bersekolah. Data tersebut kemudian akan disampaikan kepada pemerintah sehingga anak tersebut bisa kembali bersekolah.
Guru adalah pembentuk jiwa dan pembangun masyarakat. Mari kita siapkan anak-anak yang unggul, yang berdaya saing tinggi, dan berahlak mulia, imbuhnya.
Kepala Dinas Pendidikan di Kota Depok Herry Pansila mengungkap, guru yang bermartabat dan kuat dengan output menghasilkan manusia yang berkualitas yang dapat sukses menghadapi masa depan yang tidak menentu. Oleh karena itu, dia pun meminta agar seluruh guru di PGRI untuk ikut menyukseskan kurikulum 2013.
Tugas berat kita saat ini adalah mensukseskan kurikulum 2013, yang saat ini baru 30 persen akan dijalankan sekolah-sekolah dengan kurikulum yang baru, ungkap Herry.

Wednesday 24 July 2013

Trik Jitu Tembus Kuliah ke Luar Negeri

JAKARTA - Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar buka puasa bersama penerima beasiswa Bidik Misi ITB dengan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Republik Indonesia Dr. M. Sohibul Iman dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Ridwansyah Yusuf Achmad. Tidak ketinggalan, acara buka puasa bersama ini dibuka oleh Rektor ITB Prof. Dr. Akhmaloka.

Sebelum acara buka puasa bersama dimulai, diadakan pula diskusi mengenai kiat menuntut ilmu di negeri asing dan bagaimana menjadi mahasiswa aktif yang berbasis kompetensi. Kedua topik tersebut dibawakan oleh Sohibul dan Ridwansyah.
Sempat mengenyam pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) selama tiga semester, Sohibul Iman memutuskan untuk menyelesaikan seluruh pendidikan tingginya, mulai dari S-1 sampai dengan S-3 di Jepang. Bertolak dari pengalaman bertahun-tahun menimba ilmu di negeri sakura, tentu hal tersebut memberikan cerita tersendiri bagi Sohibul yang diharapkan mampu memompa semangat para penerima beasiswa Bidik Misi ITB angkatan 2013.
Dia mengatakan bahwa menjadi mahasiswa aktif berbasis kompetensi, bisa dibuktikan dengan catatan organisasi yang pernah dia ikuti, antara lain Institute for Science and Technology Studies (ISTECS), Yayasan Pendidikan Nurul Fikri (YPNF), Hokuriku Scientific Forum (HSF), Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Yayasan Inovasi Teknologi (YIT), dan lain-lain.
”Tidak menjadi masalah seperti apa negeri asing tempat kita menimba ilmu, semuanya tergantung dari motivasi dan tujuan awal kita berangkat. Satu lagi, kita harus mampu menciptakan lingkungan yang baik agar tidak terjerumus pergaulan yang buruk,” ujarnya yang dilansir dari laman ITB, Rabu (24/7/2013).
Sesi selanjutnya dilanjutkan dengan diskusi bersama Ridwansyah Yusuf Achmad, yang juga akrab dipanggil Kang Ucup. Alumnus Teknik Perencanaan Wilayah Kota yang juga pernah menjabat sebagai Presiden Keluarga Mahasiswa ITB tersebut, turut berbagi pengalamannya menimba ilmu di luar negeri, kali ini di negeri Tulip. Selain sibuk menempuh master Governance, Policy, and Political Economy di Institute of Social Studies of Erasmus University Rotterdam kang Ucup juga diamanahi menjadi Sekretaris Jenderal PPI Belanda.
Dia memberikan beberapa tips untuk menjaga semangat berkuliah di luar negeri, antara lain adalah fokus, yakin, dan bernyali besar. ”Keyakinan merupakan langkah pertama, meskipun ketika itu kita tidak bisa melihat jalan kita. Tidak ada mimpi yang terlalu jauh, yang ada adalah usaha yang terlalu sedikit.” tutupnya. (okz)

Friday 19 July 2013

Baterai Gadget Tahan Lama dari ITS

JAKARTA - Saat ini, gadget seakan menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Apalagi inovasi terbaru dalam dunia gadget sangatlah cepat Akan tetapi, pesatnya pertumbuhan gadget tersebut tidak diimbangi dengan daya tahan baterai.

Hal tersebut diakibatkan oleh keterbatasan daya tahan baterai Lithium. Fenomena ini kemudian menginspirasi mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Ahmad Fauzan Adzimaa dan tim untuk menciptakan bahan dasar baterai hemat energi.
Baterai hemat energi besutan Fauzan menggunakan campuran lithium dan besi. Campuran ini lalu diproses dengan menggunakan metode Flame Spray Pyrolysis. ''Metode ini semacam metode penguapan dan pembakaran dua zat tersebut,'' ujar Fauzan, seperti dikutip dari ITS Online, Jumat (19/7/2013).
Setelah melalui proses tersebut, tercipta serbuk padatan yang digunakan sebagai bahan dasar baterai berteknologi nano. Dengan menggunakan teknologi nano, arus dapat bersifat bolak-balik sehingga lifetime dari baterai menjadi lebih tahan lama.
Selain unggul dalam lifetime, baterai ini juga tidak beracun mengingat bahan dasar baterai yang berupa besi. Unsur tersebut dapat mengurangi sifat toksin dari baterai yang diakibatkan oleh cobalt.
Adanya campuran besi juga berefek luasnya penyimpanan energi. Dengan begitu, energi yang tersimpan lebih banyak. ''Perbandingan lifetime baterai biasa dengan baterai berteknologi nano bisa 1:3. Kalau baterai biasa hanya satu jam, baterai ini bisa tahan sampai tiga jam,'' paparnya.
Berbicara tentang harga, baterai ini juga lebih unggul. Harga baterai berbahan baku besi ini hanya sepertiga dari harga baterai biasa. Meskipun begitu, Fauzan berharap penelitian tersebut dapat terus dikembangkan. Pasalnya, sampai sekarang, penelitian ini masih berupa bahan dasar baterai, yaitu serbuk padatan.
Dengan penelitian inilah mereka bisa didanai DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKM-P). ''Saya berharap penelitian ini bisa mendapatkan perhatian khusus dari lembaga riset nasional seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) agar tercipta baterai yang sesungguhnya,'' pungkas mahasiswa asal Magetan itu. (okz)

Dirga Sakti, Vaksinolog UI Pertama & Termuda di Dunia

JAKARTA - Umumnya masyarakat memahami bahwa vaksin berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Namun, banyak yang berpendapat, imunisasi hanya dibutuhkan oleh bayi dan anak, sementara orang dewasa tidak perlu lagi karena sistem kekebalan tubuhnya sudah terbentuk. Benarkah?

dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc
Padahal, setiap tahunnya, puluhan ribu orang dewasa meninggal dan ratusan ribu lainnya dirawat di rumah sakit karena penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi.
"Tidak banyak yang tahu dan peduli akan vaksinasi bagi orang dewasa. Gaya hidup saat ini, seperti pemakaian tato dan tindik membuat pengguna rentan terinfeksi penyakit hepatitis B," jelas vaksinolog Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc (VPCD), seperti dikutip dalam siaran pers yang diterima Okezone, Jumat (19/7/2013).
Selain itu, tambah dokter yang tengah gencar-gencarnya menyosialisasikan pentingnya melakukan imunisasi dewasa ini, mengonsumsi makanan di pinggir jalan yang tidak bersih juga sebagai salah satu pemicu timbulnya penyakit hepatitis A dan demam tifoid.
"Atau ketika ingin bepergian lintas negara, orang dewasa juga perlu diberikan vaksin meningitis dan vaksin influenza," lanjutnya.
Namun sayangnya, belum banyak dokter di dunia yang melanjutkan pendidikannya ke bidang ilmu vaksinologi. Berangkat dari sini, Dirga, seorang dokter lulusan UI, menjadi Vaksinolog pertama di Indonesia dan termuda di dunia pada usia 27 tahun.
Ia melanjutkan studinya dengan mengambil master vaksinologi di University of Siena, Italia, di mana ia menjadi satu dari 13 orang yang terpilih dari ratusan pelamar di seluruh dunia.
Saat ini, Dirga telah kembali ke Indonesia dan siap mengaplikasikan ilmunya bagi masyarakat Indonesia. Ia sangat peduli pada peningkatan kepedulian masyarakat Indonesia akan imunisasi dewasa, Dirga menolak pendapat sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa vaksinasi merupakan tindakan memasukkan kuman penyakit ke dalam tubuh.
"Vaksin adalah sesuatu yang menyerupai kuman yang direkayasa secara bioteknologi sehingga nantinya tubuh dapat mengenalinya seperti saat tubuh mengenali kuman. Dengan begitu, tubuh dapat meresponnya dengan antibodi yang kuat. Selain vaksin untuk pencegahan, sekarang tengah berkembang vaksin terapeutik untuk kanker prostat dan kanker paru, namun proses pembuatan vaksin membutuhkan waktu yang tidak sebentar," tukasnya.
Sekadar informasi, sosialisasi imunisasi dewasa juga telah dilakukan oleh Satgas Imunisasi Dewasa Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI telah beberapa kali mengadakan pelatihan bagi dokter-dokter di daerah, sehingga nantinya dokter-dokter dapat menyediakan layanan vaksinasi di tempat prakteknya.
Diharapkan dengan hadirnya seorang Vaksinolog pertama di Indonesia ini dapat menjadi inspirasi dan pembuka jalan bagi mahasiswa kedokteran lainnya untuk menjadi seorang vaksinolog yang mampu mengembangkan penelitian dan temuan inovatif di bidang kedokteran serta mendukung Indonesia sadar Imunisasi Dewasa. (okz)

Jadi PTS Terbaik Se-Indonesia, UMY Bersyukur

JAKARTA - Kepercayaan masyarakat terhadap Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) terus meningkat. Salah satunya prestasi yang diukir UMY dalam pemeringkatan 4 International College and University (4ICU) periode Juli 2013.

Jika awal tahun UMY meraih peringkat sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terbaik se-Jateng dan DIY versi Webometrics, kali ini UMY menjadi PTS terbaik se-Indonesia versi 4ICU. UMY menempati urutan keempat dalam jajaran 10 besar kampus terbaik se-Indonesia versi 4ICU.
Sekretaris Nafi Ananda Utama menyebut, prestasi yang dicapai oleh UMY adalah berkat kerjasama dan kerja keras seluruh civitas academica. Oleh karena itu, semua yang sudah dicapai juga tetap dipertahankan, bahkan jika perlu lebih ditingkatkan, termasuk dalam hal penilaian dari 4ICU.
“4ICU adalah penilaian secara independen. Kami tidak mengirimkan berkas-berkas untuk dinilai oleh mereka, tapi merekalah yang langsung menilai kami. Dan salah satu penilaiannya itu adalah berapa banyak orang-orang di luar UMY yang me-linkkan websitenya ke website kami,” papar Nafi, seperti dilansir Okezone, Jumat (19/7/2013).
Menurut Nafi, penilaian terhadap suatu situs bukan berarti hanya dilihat dari segi tampilan tetapi bagaimana sebuah institusi atau perguruan tinggi diminati dan dipercaya oleh masyarakat. Hal tersebut, lanjutnya, dapat tercermin dari isi serta informasi yang diberikan pada masyarakat melalui websitenya.
“Tahun kemarin jumlah link yang ada website UMY berjumlah 30 ribu dan tahun ini naik menjadi 54 ribu. Itu artinya banyak orang yang ingin mengetahui tentang UMY dan kepercayaan masyarakat terhadap UMY terus meningkat, baik itu di tingkat nasional maupun internasional,” tuturnya.
Nafi menambahkan, mengemban predikat PTS terbaik di Indonesia tentu melahirkan tanggung jawab yang besar. Namun, dia berjanji jika UMY akan terus memberikan pelayanan-pelayanan terbaik pada masyarakat.
“Silahkan masyarakat menilai sendiri bagaimana kami. Tapi yang paling penting bagi kami adalah berusaha memberikan yang terbaik pada masyarakat secara umum dan khususnya civitas academica UMY sendiri,” imbuh Nafi.
Sementara itu, Kepala Biro Sistem Informasi UMY Wahyudi menjelaskan, ada tiga komponen yang dinilai oleh 4ICU, yaitu Google Page Rank, Alexa Traffic Rank, dan Reffering Domains. Kali ini, UMY mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada ketiga segi tersebut. “Untuk Alexa cukup naik, jumlah Reffering Domains juga naik,” urai Wahyudi. (okz)

9 Kelemahan Dosen di Indonesia

JAKARTA - Tenaga pendidik Indonesia, termasuk dosen masih memiliki sejumlah kelemahan yang harus segera dibenahi. Sedikitnya ada sembilan kekurangan para dosen di Tanah Air.
Demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Armai Arief dalam Seminar "Peran Strategis ADI dalam Membangun Kompetensi Dosen." Kelemahan dosen yang pertama adalah kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugas serta kuantitas yang memadai.
Kedua, lanjutnya, sejumlah dosen tidak memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme yang seharusnya. Saya pernah tanya pada seorang dosen apa alasan mau jadi dosen? Jawabannya mengejutkan. Dia menjadi dosen hanya karena tidak mau menganggur, papar Armai, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (19/7/2013).
Kelemahan lainnya, kata Armai, kurangnya komitmen para dosen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Kebanyakan dosen, lanjutnya, langsung balik kanan setelah mengajar tanpa keinginan untuk memperbaiki kualitas akhlak mahasiswa.
Selanjutnya, kompetensi yang diperlukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kurangnya tanggung jawab atas pelaksanaan tugas sebagai dosen, serta memperoleh penghasilan yang layak sesuai dengan kewajaran, urainya.
Poin ketujuh, yakni kesempatan untuk mengembangkan ilmu secara berkelanjutan. Ketiadaan biaya sering menjadi alasan dosen untuk tidak melanjutkan pendidikan. Tapi saat ini banyak kesempatan yang diberikan baik oleh pemerintah maupun organisasi untuk melanjutkan pendidikan bagi dosen, ungkap Armai.
Kemudian, para dosen memiliki kelemahan dalam memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas, termasuk rasa aman dan jaminan keselamatan. Terakhir, memiliki kebebasan (independensi) dalam memberikan nilai dalam proses pendidikan.
Ada dosen yang cerita dipukul dan diancam oleh mahasiswa karena nilainya tidak keluar. Mahasiswa itu rupanya seorang bupati. Oleh karena itu perlu ada jaminan keselamatan bagi para dosen dalam mengajar. Semua kelemahan tersebut yang harus dimantapkan dan dibenahi, imbuhnya. (okz)

Wednesday 17 July 2013

Gagal Balapan, Raih Penghargaan

JAKARTA - Seperti yang telah diketahui, kabut asap dari kebakaran hutan di Riau berdampak hingga ke Malaysia, termasuk Sepang. Sirkuit Sepang yang tadinya akan digunakan untuk kompetisi Shell Eco Marathon (SEM) Asia 2013 pun ikut terkena imbasnya sehingga membuat pertandingan terpaksa dibatalkan.
Mobil Tim Sapu Angin ITS Surabaya
Walaupun kecewa tidak dapat berlaga di kategori on-track award, tim Sapu Angin (SA) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tetap mampu membawa pulang penghargaan. Mereka meraih Tribology Award yang merupakan kompetisi penulisan artikel tentang aplikasi teori gesekan pada mobil.
ITS menjadi satu-satunya peserta dari Indonesia yang membawa pulang penghargaan dari lima kategori lomba di off-track award, ujar General Manager tim SA, Arif Aulia Rahman, seperti dilansir Okezone, Rabu (17/7/2013).
Artikel yang disusun oleh Alam Eka Putra itu berisi penjelasan tentang bagaimana pemanfaatan gesekan pada mobil. Gesekan ini dapat meningkatkan efisiensi dan juga mengurangi konsumsi bahan bakar. Tim SA memperkirakan, penyertaan foto-foto sebagai bukti aplikatif teori yang ditulis dalam artikel tersebut mampu menambah poin plus penilaian.
Kemenangan tersebut setidaknya mampu mengobati kekecewaan atas berbagai kerugian, baik moril maupun materiil. Namun, tim SA tidak ingin lengah dan membiarkan kesempatan selanjutnya terlepas begitu saja. Meski sangat kecewa, kami harus move on untuk bersiap menghadapi SEM 2014, tegas Arif.
Untuk menghadapi SEM 2014 yang digelar di Manila, Filipina, Februari mendatang, Arif mengaku akan terus melakukan inovasi terhadap Sapu Angin 8. Salah satunya dengan mengikutsertakan SA dalam Indonesia Energy Marathon Competition (IEMC).
Kesesuaian antara pengaturan mobil dengan sirkuit yang dilalui sangat berpengaruh terhadap konsumsi bahan bakar. Untuk itu, kita harus melakukan penyesuaian ulang karena sirkuit yang digunakan berbeda, paparnya.

Friday 5 July 2013

Pancasila Jangan Lagi Diajarkan Tekstual

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Budi Susilo Soepandji, mengatakan Pancasila bukan saatnya lagi hanya diajarkan secara tekstual tetapi harus mencakup aspek aktualisasi.
banyak koruptor di negeri ini karena PANCASILA
sudah tidak dipakai dan diganti jadi PANCAGILA
"Harus dikaitkan hal-hal aktual, bagaimana penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Jangan lagi (Pancasila, red.) hanya diajarkan tekstual, tetapi bagaimana aktualisasinya," katanya, di Semarang, Sabtu (29/6/2013).
Hal tersebut diungkapkannya usai menjadi pembicara pada seminar "Menjaga dan Mengaktualisasikan Pancasila Sebagai `Filosofi Gronslag` dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara" di Hotel Patra Jasa Semarang.
Menurut Budi, sekarang ini lembaga-lembaga pendidikan memang cukup variatif berkaitan pembelajaran Pancasila, ada yang mengajarkannya khusus dalam satu pelajaran, ada pula yang memasukkannya dalam pelajaran lain.
"Misalnya di perguruan-perguruan tinggi, ada yang memasukkannya dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, ada juga beberapa yang menghilangkan. Padahal, Pancasila merupakan landasan filosofi bangsa," katanya.
Ia mengungkapkan pembelajaran Pancasila memang tidak bisa disamaratakan perlakuannya untuk seluruh jenjang pendidikan, misalnya pembelajaran di sekolah dasar (SD) berbeda dengan SMP, berbeda juga dengan kuliah.
"Mungkin kalau mahasiswa diajarkan sekadar tekstual, menghafal Pancasila, bosan. Orang-orang kesenian juga akan seperti itu. Namun, nilai-nilai Pancasila bisa diaktualisasi untuk merangkul berbagai elemen itu," katanya.
Karena itu, kata dia, Pancasila harus diajarkan dan ditanamkan sesuai dengan jenjang pendidikan dan entitas yang dihadapi, misalnya pembelajaran Pancasila pada jurnalis beda dengan kalangan politikus partai.
Pancasila, lanjut dia, juga jangan hanya diajarkan sebatas pada pendidikan formal, tetapi harus mencakup pendidikan informal dan nonformal, seperti kalangan santri di pesantren, atau kegiatan kepramukaan.
"Yang penting, Pancasila harus diajarkan secara lebih `hidup`, misalnya mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan publik yang dihadapi masyarakat sehari-hari. Aplikasi di lapangan yang perlu," katanya.
Ditanya pentingnya pembelajaran Pancasila dijadikan satu pelajaran tersendiri, ia mengakui sebenarnya bergantung pada kebijakan setiap lembaga pendidikan, sebab ada yang mengintegrasikan dengan pelajaran lainnya.
"Ya memang ada keberagaman kebijakan, ada yang mengajarkannya tersendiri dalam satu pelajaran, ada yang mengintegrasikan pelajaran lain. Yang jelas, Pancasila penting dan harus ada dalam pembelajaran," kata Budi.

Kurikulum 2013 Jangan Layu Sebelum Berkembang


Wakil Presiden Boediono mengingatkan nasib kurikulum 2013 jangan layu sebelum berkembang yang idenya telah disiapkan dengan matang tapi sia-sia tidak mencapai sasaran yang diharapkan kepada anak didik.
"Penyusunan kurikulum 2013 tidak dilakukan secara mendadak, setelah sebelumnya melalui debat dan masukan. Saya termasuk yang mengikuti proses penyusunan kurikulum 2013," kata Boediono saat memberikan pengarahan dalam Pelatihan Instruktur Nasional Implementasi Kurikulum 2013 di Jakarta, Selasa.
Hadir dalam acara itu Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim, serta 760 instruktur yang terdiri dari guru, kepala sekolah, serta dosen dari seluiruh daerah Indonesia.
Dikatakan Wapres, kurikulum 2013 merupakan hasil kompromi dari berbagai pihak setelah sebelumnya melalui perdebatan panjang, tidak hanya di pemerintahan tapi juga masyarakat.
Ia menilai debat dan masukan soal kurikulum 2013 dinilai masih wajar sebagai upaya untuk mendapatkan hasil terbaik bagi upaya memberikan kurikulum bagi anak didik.
"Dalam debat ada berbagai mazhab yang memberi masukan tapi semua berupaya memberikan yang terbaik dan akhirnya bisa mencapai suatu kesepakatan," katanya.
Wapres tidak menginginkan debat yang berkepanjangan justru akan menjadikan anak didik menjadi korban.
"Penyusunan kurikulum juga tidak tergesa-gesa karena nanti hasilnya tidak bagus yang pada akhirnya malah merugikan guru dan anak didik," kata Boediono.
Wapres juga mengingatkan kepada para instruktur kurikulum 2013 agar jangan sampai salah menyampaikan materi kurikulum kepada guru yang akan dilatih.
"Dalam ilmu komunikasi biasanya ketika penyampaian informasi sudah melalui beberapa pihak, maka pihak terakhir akan salah memperoleh informasi. Saya harap hal itu tidak terjadi," kata Wapres.
Musliar Kasim mengatakan seluruh instruktur yang ikut dalam pelatihan tersebut sebelumnya mengikuti pratest untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan menjadi instruktur kurikulum 2013.
"Mereka telah terdidik dan sudah mendapatkan materi-materi kurikulum 2013. Diharapkan mereka nantinya menularkan kepada guru di daerah masing-masing," katanya.
Wamendikbud mengatakan kurikulum 2013 akan dilakukan pada tahun ajaran 2013/2014 yang dimulai serentak 15 Juli 2013.