Ketika sudah bertekad,
segala cara akan ditempuh untuk meraih apa yang diinginkan. Hal ini tercermin
dari Stya Nur Istiqomah. Gadis kelahiran Lampung Utara, 19 tahun silam ini rela
bekerja apa saja untuk bisa kuliah, termasuk menjadi pembantu rumah tangga
(PRT).
|
Stya Nur Istikomah |
Stya menceritakan, ia pernah
merasakan menjadi PRT selama tiga bulan. Dia pun menuturkannya kepada
Okezone.
“Waktu itu aku enggak punya uang untuk beli formulir SNMPTN, aku
juga enggak mau merepotkan bapak. Kebetulan waktu itu salah satu staf di tempat
bapak bekerja sedang mencari pembantu rumah tangga. Jadi ya aku tawarkan diri
saja. Satu bulan dibayar Rp600 ribu,” kisah alumnus SMA 1 Negeri Merlung, Jambi ini bersemangat.
Stya menceritakan, untuk pergi
ke sekolah ia harus menempuh jarak delapan kilometer (km) dengan menumpang truk
besar. Ditambah kondisi jalan yang tidak bagus, yang kerap berlumpur apabila
turun hujan.
“Kalau hujan turun pasti sepatu kotor dan pakaian basah kuyup. Aku
sering diejek teman-teman sekolah, pun sering dimarahin guru karena sering
datang terlambat. Padahal aku terlambat itu kan bukan keinginan aku, tetapi
karena faktor alam,” tambah
gadis yang kini berkuliah di Universitas Jambi.
Satya sempat kecewa karena
tidak lolos SNMPTN, namun ia tidak menyerah begitu saja untuk bisa kuliah. Ia
mengambil jalur PMDK yang disediakan oleh pihak sekolah dan akhirnya diterima
di Universitas Jambi. Tidak sampai di situ, Satya pun memikirkan bagaimana
caranya untuk membayar uang kuliah nanti.
“Aku sempat berpikir untuk bekerja lagi sebagai pembantu atau kerja
hal lain supaya bisa membiayai kuliah. Untung waktu itu aku menemukan informasi
mengenai beasiswa. Aku daftar, ikut seleksi, dan diterima. Untung lah aku jadi
bisa kuliah secara gratis,”
papar mahasiswa jurusan Agroekoteknologi.
Dia mendapat beasiswa dari
sebuah yayasan berbasis industri rokok. “Jasa perusahaan itu sangat besar dalam hidup aku. Kelak apabila
lulus nanti aku akan mengabdi di perusahaan itu,” imbuh dia. Perusahaan yang dimaksud adalah Tanoto Foundation.
Orangtua pun menjadi sosok yang sangat berperan
dan selalu menyemangati Stya. “Ibu pernah berpesan, 'hidupmu itu pilihanmu,
pertanggungjawabkan pilihanmu itu',” tutup Stya. (OKZ)
Cari Duit untuk Beli Formulir SNMPTN
Bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi
negeri masih menjadi mimpi banyak orang di Indonesia. Salah satunya Tya Nur
Istiqomah (20), siswi SMAN 1 Merlung, Jambi.
Untuk mendapat secarik formulir Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), gadis yang sering disapa Tya
itu harus rela menjadi pembantu rumah tangga.
Tya rupanya sudah terbiasa bersusah payah untuk
mendapatkan pendidikan. Sejak SMP sampai SMA, dia harus menumpang truk untuk
bisa bersekolah yang jauhnya hingga 8 kilometer.
"Dulu SMP SMA harus bisa semua naik ke
atas truk jam 6 pagi. Nanti kalau di tengah jalan kehujanan kita harus
plastikin sepatu kita. Sudah sampai sekolah pasti banyak yang ejek karena kita
kebasahan," cerita Tya di gathering Tanoto Foundation di desa Batu Layang,
Cisarua, Senin (19/8).
Tya tidak bisa protes atau meminta fasilitas
sekolah dengan mudah kepada orangtuanya. Sebab bapak-ibunya hanya bekerja
sebagai petani kelapa sawit. Situasi semakin pelik ketika ayah Tya berhenti
bekerja. Tya yang kebingungan kemudian memantapkan hati untuk tetap maju ke
perguruan tinggi.
"Bapak paham saya bilang mau kuliah. Saya
harus bisa masuk. Saya lalu jadi pembantu rumah tangga buat beli
formulir," kata Tya.
Selama tiga bulan, Tya bekerja menjadi pembantu
di rumah asisten perusahaan bekas ayahnya bekerja. Dengan gaji Rp 600 ribu per
bulan, dia berhasil membeli formulir SNMPTN. Sayangnya, saat ujian dia tidak
lolos.
Tidak patah arang, Tya kemudian mencoba lewat
jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) Universitas Jambi jurusan
Agroteknologi. Lewat seleksi ini, Tya akhirnya berhasil lulus menjadi mahasiswa
di sana.
Menjadi mahasiswa di perguruan tinggi, tak
membuat Tya lepas dari persoalan uang kuliah.
"Saya ambil beasiswa Tanoto Foundation
untuk jalur regional. Di Provinsi Jambi cuma empat orang yang terpilih dari 100
pendaftar. Salah satunya saya," kata Tya bangga.
Tya amat bersyukur atas beasiswa yang diberikan
Tanoto Foundation kepadanya. Dia berhasil membuktikan pada semua, termasuk
orangtuanya bahwa dia berhasil masuk universitas dengan kesungguhan yang dia
punya. Tya pun merapalkan pesan disampaikan ibunya.
"Apa yang kamu pilih adalah tanggung
jawabmu," tutupnya dengan perasaan haru.
[ren/merdeka.com]