Tuesday 4 June 2013

Pendidikan Gratis, Ilmiah, Bermutu & Demokratis!!!

Padlun Fauzi, BEM Kema Unpad 2013
Pendidikan sejatinya lahir atas kebutuhan manusia itu sendiri, yaitu ketika manusia dalam usaha mempertahankan hidupnya mulai melakukan proses belajar pada lingkungan sekitarnya.
Pendidikan mustahil lahir tanpa perkembangan manusia, dan manusia pun akan runtuh tanpa pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat mengenal alam dan sosial di sekitarnya, menemukan hubungan-hubungan di antaranya, mengambil manfaat bagi keberlangsungan hidup spesiesnya, dan menitipkan pengetahuan tersebut bagi generasi selanjutnya.
Dengan kata lain, pendidikan adalah keseluruhan proses belajar manusia itu sendiri dalam mempertahankan hidupnya sebagai manusia. Atau sederhananya Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia.
Dengan dimensi kehidupan yang semakin kompleks dan kemunculan generasi baru yang tak dapat terhindarkan, manusia modern kemudian melakukan sebuah usaha untuk mensistematisasi pendidikan, agar pendidikan dapat diarahkan bagi kemajuan peradaban. Lahirlah kemudian apa yang kita sebut sebagai pendidikan formal.
Pendidikan formal sendiri adalah muara besar dari ilmu pengetahuan yang sudah tercapai dalam sejarah kehidupan manusia. Lantas haruskah pendidikan formal? Secara hakikat tidak ada yang mengharuskan ini. Namun jika kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan sebagai bekalnya hidup dijauhkan dari muara ilmu pengetahuan itu sendiri, maka akan dibutuhkan usaha yang berlipat-lipat untuk mencari dan mengumpulkan lagi tetes-tetes pengetahuan dari awal.
Sederhananya, pendidikan formal adalah hasil dari peradaban itu sendiri. Sehingga menyingkirkan manusia dari pendidikan formal akan berarti menyingkirkan keterlibatan manusia dalam peradaban. Lintasan sejarah pendidikan Indonesia telah mengajarkan pada kita tentang beberapa hal:
Pertama, bahwa sistem pendidikan tidak dapat terlepas dari sistem politik yang menaunginya. Masuknya sebuah kekuasaan mau tak mau akan mengubah juga sistem pendidikan.
Kedua, bahwa diskriminasi pendidikan yang terjadi pada zaman kolonial juga terjadi sampai hari ini. Kalau dulu dilakukan dengan cara langsung, sekarang dengan cara tidak langsung, yakni dengan menjadikan pendidikan sebagai sebuah komoditas yang diperdagangkan sehingga rakyat miskin tidak dapat mengaksesnya. Kalau pun dapat mengakses, yang didapat pastilah pendidikan yang tidak berkualitas.
Ketiga, bahwa ketidakberkualitasan pendidikan sebagiannya disebabkan oleh ketidakberpihakan pemerintah dalam hal anggaran pendidikan. Dan sebagiannya lagi disebabkan oleh keinginan politik penguasa yang menginginkan adanya golongan-golongan tak berpendidikan agar dapat digunakan untuk kepentingan-kepentingan kekuasaan seperti halnya pendidikan politik Ethis dan zaman Jepang.
Keempat, bahwa kurikulum dan metode pendidikan dengan nilai-nilai otoriteristik tidak dapat membawa peningkatan sumber daya manusia secara menyeluruh, seperti halnya zaman Soeharto.
Kelima, bahwa sistem pendidikan Indonesia dari dulu sampai sekarang terbukti tidak mampu mengeluarkan rakyat dari kemiskinan dan tidak berdaya mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia: Masyarakat Adil dan Makmur. Perlu Perombakan Besar-besaran!
Dengan kondisi yang demikian parah, diperlukan perombakan besar-besaran dalam membangun pendidikan Indonesia agar dapat mendorong terciptanya masyarakat adil dan makmur.
Perombakan tersebut haruslah meliputi:
1) Meningkatkan anggaran untuk pendidikan sesuai dengan amanat UUD 45, yaitu 20 persen dari APBN/APBD. Anggaran ini kemudian harus dipergunakan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas pendidikan seperti sekolah, buku, seragam, dll, serta menggratiskan biaya pendidikan dari SD hingga SMA dan menyubsidi 50 persen biaya perguruan tinggi.
2) Merombak standar kurikulum dengan kurikulum yang tidak sekadar berbasis kompetensi tapi juga berbasis pada pembebasan manusia. Pembebasan manusia tersebut menekankan aspek karakter (afeksi) pendidikan, sehingga dapat menghasilkan manusia Indonesia yang siap belajar, bukan siap pakai.
3) Melakukan demokratisasi pendidikan, dalam arti memberi ruang kepada pesarta didik dan tenaga didik untuk terlibat secara aktif dalam jalannya pendidikan dan penggunaan metode pendidikan yang demokratis.
4) Melakukan standarisasi dan pengetatan terhadaplembaga-lembaga pendidikan swasta baik dalam hal standar biaya pendidikan, kurikulum dan metode pendidikan.
5) Mengorientasikan seluruh hasil pendidikan, seperti misalnya inovasi teknologi, untuk kesejahteraan rakyat. Untuk keperluan ini, diperlukan sebuah lembaga yang gigih dan progresif dan berasal dari lingkungan pendidikan itu sendiri untuk mengontrol segala kebijakan-kebijakan di atas, yakni Komite Pendidikan Rakyat!

Pendidikan Merupakan Elevator Tingkatkan Status Sosial

Ambon - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Mendukbud), Mohammad Nuh, mengatakan pendidikan merupakan elevator untuk dapat meningkatkan status sosial di masyarakat.
Kita perlu memerangi tiga penyakit sosial yakni, kemiskinan, ketidaktahuan dan keterbelakangan,kata Mendikbud M Nuh dalam sambutan pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2013.
Wakil Gubernur Maluku Said Assagaff di Ambon membacakan sambutan Mendikbud pada upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional 2013 yang berlangsung, di Lapangan Merdeka, Kamis (2/5).
Menurut M Nuh layanan pendidikan haruslah dapat menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan prinsip pendidikan untuk semua (Education for All) tanpa membedakan asal-usul, status sosial, ekonomi, dan kewilayahan.
Akses pendidikan dipengaruhi oleh ketersediaan satuan pendidikan dan keterjangkauan dari sisi pembiayaan, katanya.
Untuk itu, pemerintah terus menerus menyiapkan ketersediaan satuan pendidikan yang layak terutama di daerah 3T ( terdepan, terluar dan tertinggal) termasuk di dalamnya pengiriman guru melalui program Sarjana Mendidik di daerah 3T (SM3T).
Dari sisi keterjangkauan pemerintah telah menyiapkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pendidikan dasar dan menengah, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Bidik Misi dan Beasiswa (BMB). Pada tahun 2013 ini, telah disiapkan anggaran sebesar Rp 7,8 triliun untuk BSM, ungkap M Nuh.
Dijelaskannya sejak dua tahun terakhir telah dibuka beberapa perguruan tinggi negeri termasuk Akademi Komunitas di daerah perbatasan dan di beberapa daerah yang dinilai strategis.  Di samping upaya penyebaran pusat unggulan perguruan tinggi tersebut, juga berperan sebagai sabuk pengaman sosial dan politik bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk itu telah disiapkan kebijakan kesempatan khusus bagi putra-putri Papua, Papua Barat, dan daerah 3T lain untuk menjadi mahasiswa di berbagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia melalui program Afirmasi Pendidikan Tinggi (APT).
Saya mengajak kepada semua pencinta dunia pendidikan untuk bersama-sama membuka posko anti drop out (DO) atau anti putus sekolah pada awal tahun pelajaran nanti. Kita ingin memastikan agar anak-anak kita dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi terutama dari jenjang pendidikan dasar ke menengah, ujar M Nuh.
ANTARA.News.Com | Kamis, 2 Mei 2013 |

Wamenag: Indonesia Tanpa UN Terancam Disintegrasi

Oleh Edy Supriatna Sjafei
Jakarta - Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa ujian nasional (UN) yang diselenggarakan dari tahun ke tahun masih relevan untuk tetap dipertahankan karena jika dihapus bakal berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa.
Bakal terjadi keadaan tidak bersatu padu, terpecah belah, hilang keutuhan atau persatuan, karena itu UN perlu dipertahankan, katanya ketika melakukan peninjauan UN di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 19 di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan, Senin.
Didampingi Direktur Pondok Pesantren Aceh Saefuddin dan sejumlah pejabat Kemenag lainnya, Wamenag sempat mendapat penjelasan dari Kepala MTs Negeri 19 H. Wawan M tentang jalannya UN di madrasah tingkat menengah tersebut.
UN 2013 di Jakarta diikuti 15.968 siswa dengan rincian Jakarta Pusat (443 siswa), Jakarta Utara (1.549), Jakarta Barat (3.237), Jakarta Selatan (4.919), Jakarta Timur (5.750) dan Kepulauan Seribu (70).
Secara nasional, UN 2013 untuk madrasah diikuti 1.659.717 siswa terdiri dari 484.230 siswa madrasah ibtidaiyah (MI/SD), 829.884 siswa madrasah tsanawiyah (MTs/SMP), dan 345.603 siswa madrasah aliyah (MA/SMA).
UN pada 2013 ini, menurut Nasaruddin, memang dihadapkan pada adanya kritik tajam terkait persoalan teknis, seperti keterlambatan pendistribusian soal ketika berlangsung UN untuk tingkat sekolah lanjutan atas pekan lalu.
Namun hal itu jangan membuat semua pihak saling menyalahkan, sehingga tenaga atau energi terkuras hanya untuk membahas hal itu.
Justru kekuatan harus diarahkan bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan ke depan lebih baik.
Jika UN ditiadakan, justru Indonesia akan dihadapkan kepada sejumlah kesulitan, antara lain tak bisa memetakan tingkat kemampuan siswa terhadap hasil penyelenggaraan pendidikan selama ini, katanya.
Jika terjadi ketimpangan pendidikan antara satu wilayah dengan wilayah lain, tidak mustahil akan muncul penilaian atau pendapat bahwa pemerintah pusat hanya memperhatikan satu wilayah saja. Akan terjadi kesenjangan pendidikan yang bermuara munculnya fitnah karena pemerintah pusat dianggap lalai dengan tidak memperhatikan pendidikan.
Perbaikan mesti dilakukan. Jika ada kekurangan harus diperbaiki karena kesalahan tak boleh terjadi lagi. Jangan sampai jatuh di tempat yang sama pada pelaksanaan UN ke depan. Tetapi, lanjut dia, jika UN ditiadakan, tentu dengan berbagai implikasi yang muncul, bisa membawa disintegrasi bangsa. 
Segera Perbaiki
Pada kesempatan itu, Wamenag Nasaruddin Umar menyempatkan meninjau pelaksanaan UN dari luar kelas. Ia mengaku terkejut bahwa di wilayah Jakarta, kondisi bangunan MTs Negeri 19 sangat memprihatinkan. MTs Negeri 19 berdiri di atas lahan seluas 2.400 meter persegi dengan bangunan berlantai dua.
Namun, menurut pejabat tata usaha madrasah tersebut, Amiruddin, bangunan yang dibangun pada 1995 tersebut rawan roboh, karena lahannya bertanah lembek akibat bekas rawa.
Selain itu, di berbagai tempat banyak dijumpai retakan pada tiang bentangan, sehingga untuk menjaga keselamatan siswa agar tak tertimpa bangunan dibuatkan tiang penyangga besi.
Wamenag Nasaruddin Umar minta agar pihak madrasah bersangkutan melapor kepada Dinas Pendidikan di Jakarta. Segera perbaiki dan terlebih dahulu harus melakukan pengecekan terhadap pondasinya, katanya.
Ia mengapresiasi madrasah ini yang telah memberi perhatian kepada para siswanya dengan cara menanamkan nilai-nilai kebersamaan. Misalnya, Shalat Dhuha dan bekerja gotong royong sehingga lingkungan madrasah terlihat asri dan bersih.
Kekompakan antarsiswa perlu ditanamkan, sebab apa pun pelajaran yang diberikan tidak akan membuahkan hasil jika tidak disertai kebersamaan atau nilai-nilai, katanya.
Antaranews.com | Senin, 22 April 2013