Ada yang bilang jika kegiatan organisasi yang diikuti saat
kuliah dapat menjadi penghambat untuk lulus dan meraih nilai memuaskan karena
menyita waktu untuk belajar. Namun anggapan tersebut tidak berlaku bagi Chita
Faradilla.
prosesi pengesahan kesarjanaan dengan memindah tali toga dari kiri ke kanan. |
Menurut gadis kelahiran Bantul, 28 Oktober 1990 itu, rahasia
untuk meraih IPK cumlaude adalah melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin.
Dalam perkuliahan, warga Kanoman, Banguntapan, Bantul itu menggunakan paket SKS
yang ditetapkan oleh kampus karena baru angkatan kedua.
“Saya
berusaha mempertahankan IP di atas 3,5. Caranya tentu saja dengan belajar di
sela kesibukan saya dalam berorganisasi. Karena dengan menjadi aktivis, saya
mendapat banyak pengalaman dari organisasi,” ujar Chita, seperti dikutip dari situs UNY, Kamis(12/12/2013).
Alumni SMAN 5 Yogyakarta itu mengaku, telah mendapatkan
pekerjaan sebagai guru di sebuah TK di Yogyakarta. Bahkan, pekerjaan tersebut
diperoleh sebelum Chita wisuda. Hal tersebut, lanjutnya, merupakan manfaat yang
diperoleh atas bekal materi dan praktik yang diperoleh selama perkuliahan.
“Kegiatan
praktik menghadapi siswa PAUD baru pada saat KKN dan observasi, namun pada
semester sebelumnya telah dibekali dengan teori tentang pedagogik. Sekarang,
saya telah mengajar pada sebuah TK di
Yogyakarta, sejak sebelum wisuda,”
ungkap putri sulung M Imam Taufik itu.
Riyani (kiri) mahasiswi lulus tercepat dan Chita Faradilla (kanan) IPK tertinggi |
Alumni SMAN 1 Muntilan itu menyatakan, telah memasuki
jenjang SD sebelum umurnya mencapai tujuh tahun. Alasan Riyani sederhana, dia
ingin bersekolah seperti teman-teman sebayanya.
Pada saat itu Riyani berstatus dititipkan karena secara umur
masih belum bisa masuk SD. Namun apabila bisa mengikuti pelajaran dia diizinkan
melanjutkan pendidikan tersebut. Dari sinilah warga Kragilan, Progowati,
Mungkid, Magelang tersebut terpacu semangatnya untuk selalu menjadi yang
terbaik.