Wednesday 5 November 2014

Rahasia Sukses Tembus Beasiswa Asing

BERKESEMPATAN mengikuti pendidikan di luar negeri secara gratis merupakan impian sebagian besar mahasiswa. Namun, untuk berhasil menembus seleksi penerimaan beasiswa bukanlah hal mudah.


Menyadari hal tersebut, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya International Office (IO) menggelar pelatihan menulis bertajuk Workshop of Professional Business Letter. Pelatihan tersebut bertujuan untuk mengajarkan tata cara menulis email terutama untuk melamar beasiswa, study exchange, dan program-program luar negeri lain dalam berbahasa inggris.

“Korespondensi komunikasi internasional sekarang telah memakai email. Jadi harus tahu cara menulisnya dari atas hingga bawah,” kata Penanggung Jawab acara Nur Intan Setiati, seperti disitat dari ITS Online, Rabu (5/11/2014).

Menurut Intan, selama ini mahasiswa ITS belum mengerti dalam memberi keterangan attachement email yang dikirimkan ke intansi yang dituju. Bahkan, alamat email pun terkadang masih ada yang menggunakan nama alamat yang tidak formal.

“Sering ada email yang langsung di-forward saja attachement-nya bahkan nama alamat emailnya bukan nama asli. Ya pasti tidak terbalas yang seperti itu,” jelasnya.

Sementara itu, pemateri pelatihan Rahmatyas Aditantri mengungkap, business letter memang berbeda dengan surat biasa pada umumnya. Baik dilihat dari bentuk, isi dan sifatnya lebih terkesan formal dan profesional.

“Surat bisnis harus memuat empat hal penting. Pertama adalah shortness atau menuliskan apa yang dibutuhkan. Kedua adalah simplicity atau hubungan antar kalimat. Ketiga adalah strenght atau bahasa yang digunakan mudah dipahami. Sementara yang terakhir adalah sincerity atau penggunaan bahasa yang umum dan bersifat percakapan,” ujar Tantri.

Tantri menyatakan, ada beberapa bagian dalam pola penulisan surat bisnis. Dari awal hingga akhir terdiri dari greetings atau ucapan sambutan, introducing atau perkenalan, dan paragraf selanjutnya tentang uraian maksud dan tujuan dari surat tersebut.

“Setelah itu, dibubuhi dengan keterangan lebih lanjut dari isi email tersebut. Tidak lupa juga harus ada tanda pengirimnya (signature) di bawah, dan yang paling baik biasanya diawali dengan kata best regards dan sebagainya,” paparnya.

Meski demikian, Tantri menekankan, hal terpenting dalam penulisan surat bisnis adalah memuat alasan pengiriman surat tersebut. Sebab, kata Tantri, hal itu yang justru menjadi senjata dalam menarik perhatian penerima surat untuk membaca email tersebut.


“Ada dua hal yang menyebabkan email sulit dimengeri penerimanya. Pertama adalah kegagalan dalam mengikuti pola dasar penulisan surat bisnis. Kedua adalah pada setiap paragraf terdapat lebih dari satu kalimat utama. Akibatnya, orang yang membaca nanti akan bingung menerjemahkan maksud isi email,” tutup alumni Jurusan Arsitektur ITS itu. (*)

Monday 22 September 2014

Masyarakat Perlu Berdayakan Kemajuan Pendidikan

TIDAK hanya guru, pengawas sekolah, kepala sekolah maupun stakeholder pendidikan yang berhubungan dengan sekolah saja yang dapat mengembangkan manajemen sekolah. Tapi masyarakat juga ikut berpartisipasi agar sekolah mengalami kemajuan dari kerjasama tersebut.
“Selama ini, kita melihat memang ada pemberdayaan di sekolah seperti komite sekolah,
namun yang terjadi adalah banyaknya pengurus komite sekolah yang bukan berasal dari
orang tua siswa, sehingga hanya segelintir pihak saja yang bisa diajak berbicara terkait
kemajuan sekolah,” urai Badaruddin.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Badaruddin mengatakan, perlu pemberdayaan semua pihak untuk mengembangkan manajemen sekolah. Hal itu disampaikannya dalam dialog interaktif pendidikan untuk Kepala SMA/MA se Kota Medan.
Di hadapan puluhan kepala sekolah SMA/MA se-Kota Medan, Badaruddin mengimbau, perlunya pemberdayaan semua pihak baik warga sekolah maupun masyarakat, sangat penting dilakukan karena hal itu penting demi kemajuan pendidikan.
“Selama ini, kita melihat memang ada pemberdayaan di sekolah seperti komite sekolah. Namun yang terjadi adalah banyaknya pengurus komite sekolah yang bukan berasal dari orangtua siswa, sehingga hanya segelintir pihak saja yang bisa diajak berbicara terkait kemajuan sekolah,” ujar Badaruddin, seperti dilansir laman USU, Senin (22/9/2014).
Solusinya adalah warga sekolah dan masyarakat diajak bekerjasama, urung rembug, untuk bagaimana peningkatan kualitas di dalam sekolah tersebut. melalui pemberdayaan manajemen sekolah, tentunya kualitas sekolah akan semakin meningkat.
“Misalnya, bagaimana memberdayakan Bimbingan Tes dengan cara melibatkan guru-guru untuk kemudian berdiskusi dengan para tentor hingga mereka saling sharing untuk menemukan formulasi yang tepat untuk menjadikan peningkatan mutu anak didik,” ucapnya.
Badaruddin mengusulkan kepada Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Medan untuk dapat lebih serius membangun kualitas sekolah di Medan. Hal itu penting karena akan memberi dampak positif khususnya bagi Kota Medan.
“Jika ada sekolah di Medan yang menjadi pilot project menjadi sekolah terbaik, tentunya banyak dampak yang akan diperoleh, bukan hanya bagi dunia pendidikan di Kota Medan namun juga bagi pengembangan ekonomi masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu, Pembicara Dialog Prof Dr Abdul Munir menyampaikan, dunia pendidikan dikenalkan dengan pendekatan baru dalam manajemen sekolah yang disebut sebagai manajemen berbasis sekolah (MBS). Di Amerika Serikat (AS), pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American of School Administrators, National Association of Elementary School Principals and National Association of Secondary School Pincipals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning.
“Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Kepala sekolah merasa tidak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan,” tutur Abdul.
Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang mengumpulkan kreativitas berinovasi. Satu cara yang berguna dalam menyimpulkan adalah melihat tantangan sebagai satu cara menciptakan suatu jenis sistem pendidikan baru yang sesuai abad ke-21.
“Kita membutuhkan sistem-sistem baru yang terus-menerus mampu merekonfigurasi kembali dirinya untuk menciptakan sumber nilai publik baru. Ini berarti secara interaktif menghubungkan lapisan-lapisan dan fungsi tata kelola yang berbeda, bukan mencari cetak biru yang statis yang membatasi berat relatifnya,” katanya.
Abdul menambahkan, pertanyaan mendasar bukannya bagaimana secara tepat dapat mencapai keseimbangan yang tepat antara lapisan-lapisan pusat, regional, dan lokal atau antara sektor-sektor berbeda seperti publik, swasta, dan sukarela, justru kita perlu bertanya bagaimana suatu sistem secara keseluruhan menjadi lebih dari sekedar jumlah dari bagian-bagiannya?. Secara sederhana, manajemen berbasis sekolah bukanlah senjata ampuh yang akan mengantar pada harapan reformasi sekolah.
“Bila diimplementasikan dengan kondisi yang benar, mereka menjadi satu dari sekian strategi yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan strategi yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dan dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah,” imbuhnya.

ANTARANEWS.Com

Thursday 22 May 2014

Pendidik di Lampung Prihatin UN

PARA pendidik di sejumlah daerah di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, menyampaikan keprihatinan atas pelaksanaan ujian nasional (UN) pelajar SMP maupun SMA sederajat yang hingga kini masih selalu bermasalah, khususnya adanya temuan bocoran soal maupun kunci jawabannya.
Beberapa guru dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah, Kamis, antara lain dari Gunung Sugih, Seputih Raman, Rumbia, Trimurjo, dan beberapa kecamatan lainnya membenarkan, para siswa khususnya dari sekolah menengah pertama (SMP) peserta UN tahun ini masih menemukan adanya tawaran pihak tertentu yang dapat memberikan kunci jawaban soal yang diperlukan, dengan membayar sejumlah uang.
“Anak-anak itu yang berinisiatif sendiri mencari bocoran kunci jawaban yang mereka perlukan, karena khawatir tidak lulus UN,” ujar salah satu guru di Gunung Sugih itu pula.
Guru lainnya, mengaku saat ini sudah tidak lagi ada upaya pihak sekolah untuk memaksakan guru “membantu” para siswa peserta UN itu dengan cara yang menyimpang.
Menurut mereka, pihak sekolah menganjurkan guru menambah waktu belajar dengan kegiatan les tambahan khususnya pada mata pelajaran yang sulit atau menganjurkan anak-anak peserta UN itu untuk mengikuti les tambahan di luar sekolah.
“Tidak benar kami menganjurkan atau terlibat dalam praktik jual beli soal maupun kunci jawaban UN itu,” kata guru dimaksud.
Menurut para guru itu, para peserta UN itu bukan melakukan praktik contekan antarsiswa, tapi mencari kemungkinan adanya bocoran soal sebelum UN berlangsung maupun bocoran kunci jawabannya.
Beberapa guru yang tak mau disebutkan identitasnya, menyebutkan biasanya para siswa peserta UN itu akan patungan mengumpulkan dana yang diperlukan untuk “membeli” bocoran kunci jawaban maupun soal UN tersebut.
Siswa mencarinya dari pihak lain yang menawari mereka dan menjanjikan soal maupun kunci jawaban tersebut sesuai dengan yang akan diujikan atau mereka perlukan.
Tarif bocoran soal dan kunci jawaban itu bisa mencapai puluhan hingga belasan juta rupiah, dan setiap siswa patungan membiayai masing-masing mencapai ratusan ribu rupiah.
Namun beberapa siswa yang tergolong pintar pada beberapa sekolah menyatakan, tetap mempercayai hasil belajar selama ini dan tidak berusaha mencari atau membeli bocoran soal maupun kunci jawaban dimaksud.
Salah satu siswa itu, Lia, mengakui pula bila mendapatkan bocoran kunci jawaban pun hanya menjadi pembanding dan tetap mengecek dan memastikan jawaban itu benar sesuai dengan soal yang diujikan.
“Kalau percaya 100 persen dengan bocoran kunci jawaban itu, bisa berbahaya dan bisa-bisa malah tidak lulus kalau dapat bocoran kunci jawaban yang keliru,” katanya lagi.
Pihak Dinas Pendidikan Provinsi Lampung sejak awal sudah mengingatkan pihak sekolah maupun guru dan siswa agar tidak melakukan perbuatan yang dapat mencederai nilai kejujuran dan kemurnian hasil UN ini.
Para siswa juga diminta tidak mempercayai adanya bocoran soal maupun kunci jawaban yang beredar di kalangan siswa maupun dijanjikan pihak tertentu dengan cara harus membelinya dengan harga mahal.
Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Lampung Ir Siti Maidasuri MPd menegaskan bahwa upaya untuk mencegah kebocoran soal UN tahun ini dilakukan secara maksimal dengan menerapkan prosedur baku sejak soal masuk ke Dinas Pendidikan Lampung hingga pendistribusian ke sekolah-sekolah di seluruh Lampung.
Pihaknya melibatkan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) maupun kepolisian, untuk memastikan naskah soal UN itu sampai ke sekolah yang dituju dengan tepat waktu dan tanpa adanya pihak dapat membocorkannya.
Para pendidik di Lampung mencemaskan, pelaksanaan UN yang selalu dikaitkan dengan adanya kebocoran soal dan kunci jawaban itu seharusnya menjadi alat evaluasi dan pembelajaran bagi pemerintah dan para pihak untuk memperbaiki pelaksanaan UN.
Mereka berharap, pada akhirnya pelaksanaan UN itu lebih baik dikembalikan pada sistem evaluasi yang diserahkan sepenuhnya kepada para guru dan pihak sekolah masing-masing, karena memang pihak yang paling mengetahui perkembangan anak didik dan kemampuan mereka.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung Dr Bujang Rahman MPd mengingatkan bahwa UN hanya merupakan salah satu alat evaluasi proses belajar mengajar siswa di sekolah pada setiap jenjang pendidikan yang merupakan muara dari hasil belajar anak didik selama ini.
UN juga dapat digunakan sebagai sarana pemetaan kemampuan sekolah dan anak didik serta melihat sejauhmana terjadi disparitas pelaksanaan pendidikan antardaerah di Indonesia.
Karena itu, kata dia, pembenahan kualitas pendidikan di Indonesia seharusnya dilakukan dengan sejumlah prasyarat utama yang harus dipenuhi lebih dulu, selain perbaikan alat evaluasi itu, antara lain ketersediaan sarana dan prasarana belajar yang memadai, kualitas dan kompetensi guru yang baik, kurikulum yang baik, maupun proses belajar mengajar yang optimal.
“Jadi tidak bisa serta merta mengubah pelaksanaan UN termasuk menerapkan soal berstandar internasional lantas kualitas pembelajaran anak didik akan meningkat bila nilai yang dihasilkan lebih tinggi, karena harus terlebih dahulu membenahi prasyarat peningkatan mutu dan proses pembelajarannya agar tersedia dan terpenuhi dengan baik,” katanya pula.
Antaranews.Com

Thursday 10 April 2014

Life Skills : Teman Setia Generasi Berencana


Oleh : Yuniarini, S.Psi

Remaja dan permasalahannya menjadi  isu yang sangat penting saat ini. Kenakalan dan tindakan asusila begitu sering ditemukan. Kasus-kasus seperti tawuran pelajar sampai dengan married by accident akibat kehamilan yang tidak diinginkan seolah menjadi isu yang tiada akhir. Hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010 menunjukkan jumlah remaja mencapai angka 64 juta  atau 27,6% dari jumlah penduduk Indonesia. Besarnya angka tersebut tentunya memerlukan  perhatian dan pembinaan yang tepat untuk membentuk remaja berkarakter dan bersikap tegar. Yang dimaksud dengan remaja tegar di sini adalah remaja sebagai generasi yang berencana yaitu remaja yang menunda usia pernikahan; berperilaku sehat; terhindar dari risiko Seksualitas, HIV dan AIDS, Napza; bercita-cita mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera; serta menjadi contoh, model,  idola,  dan sumber informasi bagi teman sebayanya.

Pemerintah melalui program Generasi Berencana yang di laksanakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan pendekatan dan pembinaan kepada masyarakat melalui 2 wadah yaitu Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Pusat Informasi dan Konseling bagi Remaja/Mahasiswa (PIK R/M). BKR menilik keluarga remaja seperti ayah dan ibu sebagai sasaran pemaparan informasi, sementara PIK R/M menjadikan remaja sendiri sebagai penerima informasi dan konseling melalui pelayanan yang diberikan oleh Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya yang telah terlatih. Kedua jenis kelompok tersebut menerima informasi-informasi penting seperti Kesehatan Reproduksi, Napza, Infeksi Menular Seksual, Komunikasi Efektif dll yang diharapkan menjadi modal ilmu dalam mengikuti tumbuh kembang remaja secara positif dan terarah.

Salah satu materi penting lain sebagai substansi dasar Program Generasi Berencana (GenRe) adalah Life Skills atau Keterampilan Hidup. Life Skills adalah pendidikan non formal yang memberikan keterampilan non formal, sosial, intelektual/akademis dan vokasional untuk bekerja secara mandiri. Life skills diperlukan remaja sebagai keterampilan untuk dapat berperilaku positif dan beradaptasi dengan lingkungan, yang memungkinkan remaja mampu menghadapi berbagai tuntutan, godaan dan tantangan dalam hidupnya sehari-hari secara efektif.

Life Skills yang dikembangkan dalam program GenRe lebih ditekankan pada keterampilan fisik, keterampilan mental, keterampilan emosional, keterampilan menghadapi kesulitan, keterampilan spiritual, dan keterampilan vokasional (kejuruan).

Ketrampilan fisik dalam Life Skills adalah kemampuan seseorang (remaja) untuk mencapai kekuatan, fleksibilitas dan ketahanan fisik. Tidak jarang  remaja menghabiskan waktu semalam suntuk untuk bergadang bersama teman-temannya. Betah di warnet berjam-jam di depan layar komputer untuk bermain game online. Pola makan yang tidak teratur dan tidak tepat pilih juga menjadikan remaja bermasalah dengan kondisi fisiknya. Disinilah keterampilan ini dibutuhkan untuk menyeimbangkan pola makan, olahraga dan kebutuhan untuk beristirahat demi terciptanya remaja sehat. Remaja diharap mampu memahami dan berkomunikasi dengan tubuh sendiri, mengatur pola makan dan memilih makanan yang sehat, melakukan olah raga seperti bersepeda dan basket serta beristirahat (tidur) sebagai salah satu terapi kesehatan.

Keterampilan mental, emosional dan kemampuan menghadapi kesulitan dalam Life Skills berhubungan erat dengan beberapa hal antara lain positive thinking, kesabaran terhadap diri sendiri, kemampuan menghindari diri dari pengaruh negatif, pergaulan, pengembangan prioritas dan tanggung jawab serta termasuk kemampuan untuk mengembangkan rasa humor. Selain itu, remaja diharap mampu menjadi pribadi yang terus termotivasi untuk berprestasi serta tidak menganggap keterbatasan fisik, mental dan sosial nya sebagai hambatan. Secara emosional, remaja dituntut untuk memiliki kemampuan mengendalikan impuls dan mengatasi emosi negatif. Mengembangkan keterampilan mengelola stress membuat remaja mampu memelihara  dirinya sendiri dan orang lain serta mempengaruhi lingkungan sosialnya ketika berhadapan dengan berbagai situasi buruk dan tekanan dari lingkungan, media massa/elektronik serta teman sebaya. Remaja  yang sudah terbiasa mengelola stress, akan selalu siap (berperilaku) menghadapi pengaruh-pengaruh lingkungannya serta mampu membuat keputusan-keputusan yang tidak gegabah. Pola komunikasi interpersonal yang baik dengan orang tua dan orang-orang yang berada dalam lingkungannya juga akan tercipta dengan sendirinya. Godaan-godaan seperti penyalahgunaan napza dan perilaku free sex akan dapat di tolak secara asertif, karena remaja juga telah dibekali dengan keterampilan berkomunikasi dengan baik. Lihatlah betapa penggunaan social media yang tidak tepat telah membawa remaja hidup dalam dunia maya sesungguhnya. Berkenalan dan bertemu dengan orang yang salah serta terlatih mengekspresikan emosi dengan cara negatif kepada orang yang tidak disenanginya melalui status-status digital.

Berikutnya yang paling penting adalah mengenai keterampilan spiritual pada remaja, yang umumnya terasah dengan baik karena telah menjadi suatu kebiasaan sejak kecil dalam keluarga. Sebuah pertanyaan kerap muncul dalam benak kita : “benarkah kehidupan agama remaja kita telah tergantikan oleh budaya-budaya baru seperti gadget, K-Pop, cafĂ© dan fashion?”. Keterampilan spiritual menjadi teman penting dalam kehidupan sehari-hari remaja. Sebagai contoh, melaksanakan puasa dan menerapkan shalat 5 waktu di mana saja remaja berada akan membawa remaja terhindar dari keji dan mungkar, menghilangkan penyakit hati, mampu menahan hawa nafsu serta tetap berada dalam kestabilan emosi.

Life skills terakhir yang penting di miliki remaja adalah keterampilan vokasional atau kejuruan. Keahlian tertentu akan membawa remaja larut dalam aktifitas positif. Selain karena keahlian tersebut memang disenanginya, keahlian tertentu dapat menjadi mesin uang yang memungkinkan remaja menunjang pendapatan keluarga atau minimal untuk pemenuhan kebutuhannya sendiri. Hobi-hobi baru dalam bentuk handycraft dapat diciptakan seperti kreasi bros dan pemasangan payet/bordir di jilbab, pembuatan banner dan theme untuk website tertentu atau bahkan berdagang secara online. Bentuk-bentuk kegiatan positif inilah yang diharapkan ada pada remaja-remaja kita. Karena kreasi akan membuka jalan pada prestasi.

Penguasaan life skills oleh para generasi Indonesia akan memungkinkan mereka memiliki usaha untuk mencapai tujuan nya dan bertanggung jawab atas perbuatan serta mampu memecahkan masalah sebagai solusi yang baik dan tepat. Dibalik itu semua, yang terpenting adalah remaja mampu mengenali dan menghindari hal-hal yang dapat membawa kearah kerusakan moral seperti free sex, Infeksi Menular Seksual serta penyalahgunaan Napza.

Mari remaja Indonesia.. jadilah Generasi yang Berencana..!!!


Penulis adalah Widyaiswara Pertama di BKKBN Prov Aceh
Email: yuniarini@bkkbn.go.id
Facebook : Yunia Makmoer
Twitter : @yuniamakmoer


sumber: http://nad.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?ID=1415

Tuesday 7 January 2014

Kisah 9 Wanita Muda Ciptakan Perubahan via Pendidikan

Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) menggelar pemutaran “Girl Rising”, sebuah film dokumenter yang menceritakan kisah nyata sembilan wanita muda luar biasa dari sembilan negara di Asia dan Timur Tengah yang berkat pendidikan berhasil menciptakan perubahan di lingkungan mereka.

Pemutaran film tersebut diikuti dengan diskusi panel tentang peranan wanita di Indonesia di dalam bidang politik, pendidikan dan penegakan hukum. Acara ini juga menyentuh permasalahan tentang kekerasan berbasis gender di Indonesia.

Dalam permasalahan itulah, Kedubes AS mengadakan diskusi Peranan Wanita di Indonesia dan pemutaran film dokumenter "Girl Rising: Empowering Youth through Education".

Director for Gender and Women's Participation, The Asia Foundation Hana Satriyo mendiskusikan usaha-usaha organisasi masyarakat untuk menciptakan kesempatan bagi para perempuan lewat program pendidikan.

“Paling tidak ada tiga hal tentang hak perempuan agar maju. Di Indonesia banyak diskriminasi khususnya antarperempuan yang terjadi, karena disebabkan oleh adanya faktor kemiskinan dan kita bisa memerangi kemiskinan tersebut,” ujarnya di @america, Pacific Place, Jakarta Selatan, Senin (6/1/2013).

Berbicara mengenai hak pendidikan untuk perempuan, dia mengungkapkan alasan mengapa perempuan direndahkan. “Karena ada banyak faktor yang menjadi masalah, seperti kebudayaan yang cukup mengakar yang sejak dulu kaum laki-laki lah yang menjadi seorang pemimpin, bukan perempuan,” ucapnya.

Oleh karena itu, pendidikan untuk kaum perempuan harus berkelanjutan dengan adanya gerakan perempuan, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perempuan.

ANTARA.com