Beberapa guru dari sejumlah
kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah, Kamis, antara lain dari Gunung Sugih,
Seputih Raman, Rumbia, Trimurjo, dan beberapa kecamatan lainnya membenarkan,
para siswa khususnya dari sekolah menengah pertama (SMP) peserta UN tahun ini masih
menemukan adanya tawaran pihak tertentu yang dapat memberikan kunci jawaban
soal yang diperlukan, dengan membayar sejumlah uang.
“Anak-anak itu yang berinisiatif
sendiri mencari bocoran kunci jawaban yang mereka perlukan, karena khawatir
tidak lulus UN,” ujar salah satu guru di Gunung Sugih itu pula.
Guru lainnya, mengaku saat ini
sudah tidak lagi ada upaya pihak sekolah untuk memaksakan guru “membantu” para
siswa peserta UN itu dengan cara yang menyimpang.
Menurut mereka, pihak sekolah
menganjurkan guru menambah waktu belajar dengan kegiatan les tambahan khususnya
pada mata pelajaran yang sulit atau menganjurkan anak-anak peserta UN itu untuk
mengikuti les tambahan di luar sekolah.
“Tidak benar kami menganjurkan
atau terlibat dalam praktik jual beli soal maupun kunci jawaban UN itu,” kata
guru dimaksud.
Menurut para guru itu, para
peserta UN itu bukan melakukan praktik contekan antarsiswa, tapi mencari
kemungkinan adanya bocoran soal sebelum UN berlangsung maupun bocoran kunci
jawabannya.
Beberapa guru yang tak mau
disebutkan identitasnya, menyebutkan biasanya para siswa peserta UN itu akan
patungan mengumpulkan dana yang diperlukan untuk “membeli” bocoran kunci
jawaban maupun soal UN tersebut.
Siswa mencarinya dari pihak lain
yang menawari mereka dan menjanjikan soal maupun kunci jawaban tersebut sesuai
dengan yang akan diujikan atau mereka perlukan.
Tarif bocoran soal dan kunci
jawaban itu bisa mencapai puluhan hingga belasan juta rupiah, dan setiap siswa
patungan membiayai masing-masing mencapai ratusan ribu rupiah.
Namun beberapa siswa yang
tergolong pintar pada beberapa sekolah menyatakan, tetap mempercayai hasil
belajar selama ini dan tidak berusaha mencari atau membeli bocoran soal maupun
kunci jawaban dimaksud.
Salah satu siswa itu, Lia,
mengakui pula bila mendapatkan bocoran kunci jawaban pun hanya menjadi
pembanding dan tetap mengecek dan memastikan jawaban itu benar sesuai dengan
soal yang diujikan.
“Kalau percaya 100 persen dengan
bocoran kunci jawaban itu, bisa berbahaya dan bisa-bisa malah tidak lulus kalau
dapat bocoran kunci jawaban yang keliru,” katanya lagi.
Pihak Dinas Pendidikan Provinsi
Lampung sejak awal sudah mengingatkan pihak sekolah maupun guru dan siswa agar
tidak melakukan perbuatan yang dapat mencederai nilai kejujuran dan kemurnian
hasil UN ini.
Para siswa juga diminta tidak
mempercayai adanya bocoran soal maupun kunci jawaban yang beredar di kalangan
siswa maupun dijanjikan pihak tertentu dengan cara harus membelinya dengan harga
mahal.
Sekretaris Dinas Pendidikan
Provinsi Lampung Ir Siti Maidasuri MPd menegaskan bahwa upaya untuk mencegah
kebocoran soal UN tahun ini dilakukan secara maksimal dengan menerapkan
prosedur baku sejak soal masuk ke Dinas Pendidikan Lampung hingga
pendistribusian ke sekolah-sekolah di seluruh Lampung.
Pihaknya melibatkan Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) maupun kepolisian, untuk memastikan naskah
soal UN itu sampai ke sekolah yang dituju dengan tepat waktu dan tanpa adanya
pihak dapat membocorkannya.
Para pendidik di Lampung
mencemaskan, pelaksanaan UN yang selalu dikaitkan dengan adanya kebocoran soal
dan kunci jawaban itu seharusnya menjadi alat evaluasi dan pembelajaran bagi
pemerintah dan para pihak untuk memperbaiki pelaksanaan UN.
Mereka berharap, pada akhirnya
pelaksanaan UN itu lebih baik dikembalikan pada sistem evaluasi yang diserahkan
sepenuhnya kepada para guru dan pihak sekolah masing-masing, karena memang pihak
yang paling mengetahui perkembangan anak didik dan kemampuan mereka.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung Dr Bujang Rahman MPd mengingatkan bahwa
UN hanya merupakan salah satu alat evaluasi proses belajar mengajar siswa di
sekolah pada setiap jenjang pendidikan yang merupakan muara dari hasil belajar
anak didik selama ini.
UN juga dapat digunakan sebagai
sarana pemetaan kemampuan sekolah dan anak didik serta melihat sejauhmana
terjadi disparitas pelaksanaan pendidikan antardaerah di Indonesia.
Karena itu, kata dia, pembenahan
kualitas pendidikan di Indonesia seharusnya dilakukan dengan sejumlah prasyarat
utama yang harus dipenuhi lebih dulu, selain perbaikan alat evaluasi itu,
antara lain ketersediaan sarana dan prasarana belajar yang memadai, kualitas
dan kompetensi guru yang baik, kurikulum yang baik, maupun proses belajar
mengajar yang optimal.
“Jadi tidak bisa serta merta
mengubah pelaksanaan UN termasuk menerapkan soal berstandar internasional
lantas kualitas pembelajaran anak didik akan meningkat bila nilai yang
dihasilkan lebih tinggi, karena harus terlebih dahulu membenahi prasyarat peningkatan
mutu dan proses pembelajarannya agar tersedia dan terpenuhi dengan baik,”
katanya pula.
Antaranews.Com