Thursday 22 May 2014

Pendidik di Lampung Prihatin UN

PARA pendidik di sejumlah daerah di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, menyampaikan keprihatinan atas pelaksanaan ujian nasional (UN) pelajar SMP maupun SMA sederajat yang hingga kini masih selalu bermasalah, khususnya adanya temuan bocoran soal maupun kunci jawabannya.
Beberapa guru dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah, Kamis, antara lain dari Gunung Sugih, Seputih Raman, Rumbia, Trimurjo, dan beberapa kecamatan lainnya membenarkan, para siswa khususnya dari sekolah menengah pertama (SMP) peserta UN tahun ini masih menemukan adanya tawaran pihak tertentu yang dapat memberikan kunci jawaban soal yang diperlukan, dengan membayar sejumlah uang.
“Anak-anak itu yang berinisiatif sendiri mencari bocoran kunci jawaban yang mereka perlukan, karena khawatir tidak lulus UN,” ujar salah satu guru di Gunung Sugih itu pula.
Guru lainnya, mengaku saat ini sudah tidak lagi ada upaya pihak sekolah untuk memaksakan guru “membantu” para siswa peserta UN itu dengan cara yang menyimpang.
Menurut mereka, pihak sekolah menganjurkan guru menambah waktu belajar dengan kegiatan les tambahan khususnya pada mata pelajaran yang sulit atau menganjurkan anak-anak peserta UN itu untuk mengikuti les tambahan di luar sekolah.
“Tidak benar kami menganjurkan atau terlibat dalam praktik jual beli soal maupun kunci jawaban UN itu,” kata guru dimaksud.
Menurut para guru itu, para peserta UN itu bukan melakukan praktik contekan antarsiswa, tapi mencari kemungkinan adanya bocoran soal sebelum UN berlangsung maupun bocoran kunci jawabannya.
Beberapa guru yang tak mau disebutkan identitasnya, menyebutkan biasanya para siswa peserta UN itu akan patungan mengumpulkan dana yang diperlukan untuk “membeli” bocoran kunci jawaban maupun soal UN tersebut.
Siswa mencarinya dari pihak lain yang menawari mereka dan menjanjikan soal maupun kunci jawaban tersebut sesuai dengan yang akan diujikan atau mereka perlukan.
Tarif bocoran soal dan kunci jawaban itu bisa mencapai puluhan hingga belasan juta rupiah, dan setiap siswa patungan membiayai masing-masing mencapai ratusan ribu rupiah.
Namun beberapa siswa yang tergolong pintar pada beberapa sekolah menyatakan, tetap mempercayai hasil belajar selama ini dan tidak berusaha mencari atau membeli bocoran soal maupun kunci jawaban dimaksud.
Salah satu siswa itu, Lia, mengakui pula bila mendapatkan bocoran kunci jawaban pun hanya menjadi pembanding dan tetap mengecek dan memastikan jawaban itu benar sesuai dengan soal yang diujikan.
“Kalau percaya 100 persen dengan bocoran kunci jawaban itu, bisa berbahaya dan bisa-bisa malah tidak lulus kalau dapat bocoran kunci jawaban yang keliru,” katanya lagi.
Pihak Dinas Pendidikan Provinsi Lampung sejak awal sudah mengingatkan pihak sekolah maupun guru dan siswa agar tidak melakukan perbuatan yang dapat mencederai nilai kejujuran dan kemurnian hasil UN ini.
Para siswa juga diminta tidak mempercayai adanya bocoran soal maupun kunci jawaban yang beredar di kalangan siswa maupun dijanjikan pihak tertentu dengan cara harus membelinya dengan harga mahal.
Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Lampung Ir Siti Maidasuri MPd menegaskan bahwa upaya untuk mencegah kebocoran soal UN tahun ini dilakukan secara maksimal dengan menerapkan prosedur baku sejak soal masuk ke Dinas Pendidikan Lampung hingga pendistribusian ke sekolah-sekolah di seluruh Lampung.
Pihaknya melibatkan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) maupun kepolisian, untuk memastikan naskah soal UN itu sampai ke sekolah yang dituju dengan tepat waktu dan tanpa adanya pihak dapat membocorkannya.
Para pendidik di Lampung mencemaskan, pelaksanaan UN yang selalu dikaitkan dengan adanya kebocoran soal dan kunci jawaban itu seharusnya menjadi alat evaluasi dan pembelajaran bagi pemerintah dan para pihak untuk memperbaiki pelaksanaan UN.
Mereka berharap, pada akhirnya pelaksanaan UN itu lebih baik dikembalikan pada sistem evaluasi yang diserahkan sepenuhnya kepada para guru dan pihak sekolah masing-masing, karena memang pihak yang paling mengetahui perkembangan anak didik dan kemampuan mereka.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung Dr Bujang Rahman MPd mengingatkan bahwa UN hanya merupakan salah satu alat evaluasi proses belajar mengajar siswa di sekolah pada setiap jenjang pendidikan yang merupakan muara dari hasil belajar anak didik selama ini.
UN juga dapat digunakan sebagai sarana pemetaan kemampuan sekolah dan anak didik serta melihat sejauhmana terjadi disparitas pelaksanaan pendidikan antardaerah di Indonesia.
Karena itu, kata dia, pembenahan kualitas pendidikan di Indonesia seharusnya dilakukan dengan sejumlah prasyarat utama yang harus dipenuhi lebih dulu, selain perbaikan alat evaluasi itu, antara lain ketersediaan sarana dan prasarana belajar yang memadai, kualitas dan kompetensi guru yang baik, kurikulum yang baik, maupun proses belajar mengajar yang optimal.
“Jadi tidak bisa serta merta mengubah pelaksanaan UN termasuk menerapkan soal berstandar internasional lantas kualitas pembelajaran anak didik akan meningkat bila nilai yang dihasilkan lebih tinggi, karena harus terlebih dahulu membenahi prasyarat peningkatan mutu dan proses pembelajarannya agar tersedia dan terpenuhi dengan baik,” katanya pula.
Antaranews.Com