Padlun
Fauzi,
BEM Kema Unpad 2013
Pendidikan sejatinya lahir atas
kebutuhan manusia itu sendiri, yaitu ketika manusia dalam usaha mempertahankan
hidupnya mulai melakukan proses belajar pada lingkungan sekitarnya.
Pendidikan mustahil lahir tanpa
perkembangan manusia, dan manusia pun akan runtuh tanpa pendidikan. Melalui
pendidikan, manusia dapat mengenal alam dan sosial di sekitarnya, menemukan
hubungan-hubungan di antaranya, mengambil manfaat bagi keberlangsungan hidup
spesiesnya, dan menitipkan pengetahuan tersebut bagi generasi selanjutnya.
Dengan kata lain, pendidikan
adalah keseluruhan proses belajar manusia itu sendiri dalam mempertahankan
hidupnya sebagai manusia. Atau sederhananya Pendidikan adalah proses
memanusiakan manusia.
Dengan dimensi kehidupan yang
semakin kompleks dan kemunculan generasi baru yang tak dapat terhindarkan,
manusia modern kemudian melakukan sebuah usaha untuk mensistematisasi
pendidikan, agar pendidikan dapat diarahkan bagi kemajuan peradaban. Lahirlah
kemudian apa yang kita sebut sebagai pendidikan formal.
Pendidikan formal sendiri
adalah muara besar dari ilmu pengetahuan yang sudah tercapai dalam sejarah
kehidupan manusia. Lantas haruskah pendidikan formal? Secara hakikat tidak ada
yang mengharuskan ini. Namun jika kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan
sebagai bekalnya hidup dijauhkan dari muara ilmu pengetahuan itu sendiri, maka
akan dibutuhkan usaha yang berlipat-lipat untuk mencari dan mengumpulkan lagi
tetes-tetes pengetahuan dari awal.
Sederhananya, pendidikan formal
adalah hasil dari peradaban itu sendiri. Sehingga menyingkirkan manusia dari
pendidikan formal akan berarti menyingkirkan keterlibatan manusia dalam
peradaban. Lintasan sejarah pendidikan Indonesia telah mengajarkan pada kita
tentang beberapa hal:
Pertama, bahwa sistem pendidikan tidak dapat terlepas dari sistem
politik yang menaunginya. Masuknya sebuah kekuasaan mau tak mau akan mengubah
juga sistem pendidikan.
Kedua, bahwa diskriminasi pendidikan yang terjadi pada zaman kolonial
juga terjadi sampai hari ini. Kalau dulu dilakukan dengan cara langsung,
sekarang dengan cara tidak langsung, yakni dengan menjadikan pendidikan sebagai
sebuah komoditas yang diperdagangkan sehingga rakyat miskin tidak dapat
mengaksesnya. Kalau pun dapat mengakses, yang didapat pastilah pendidikan yang
tidak berkualitas.
Ketiga, bahwa ketidakberkualitasan pendidikan sebagiannya
disebabkan oleh ketidakberpihakan pemerintah dalam hal anggaran pendidikan. Dan
sebagiannya lagi disebabkan oleh keinginan politik penguasa yang menginginkan
adanya golongan-golongan tak berpendidikan agar dapat digunakan untuk
kepentingan-kepentingan kekuasaan seperti halnya pendidikan politik Ethis dan
zaman Jepang.
Keempat, bahwa kurikulum dan metode pendidikan dengan nilai-nilai
otoriteristik tidak dapat membawa peningkatan sumber daya manusia secara
menyeluruh, seperti halnya zaman Soeharto.
Kelima, bahwa sistem pendidikan Indonesia dari dulu sampai sekarang
terbukti tidak mampu mengeluarkan rakyat dari kemiskinan dan tidak berdaya
mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia: Masyarakat Adil dan Makmur. Perlu
Perombakan Besar-besaran!
Dengan kondisi yang demikian
parah, diperlukan perombakan besar-besaran dalam membangun pendidikan Indonesia
agar dapat mendorong terciptanya masyarakat adil dan makmur.
Perombakan tersebut
haruslah meliputi:
1) Meningkatkan anggaran untuk
pendidikan sesuai dengan amanat UUD 45, yaitu 20 persen dari APBN/APBD.
Anggaran ini kemudian harus dipergunakan untuk membangun infrastruktur dan
fasilitas pendidikan seperti sekolah, buku, seragam, dll, serta menggratiskan
biaya pendidikan dari SD hingga SMA dan menyubsidi 50 persen biaya perguruan
tinggi.
2) Merombak standar kurikulum
dengan kurikulum yang tidak sekadar berbasis kompetensi tapi juga berbasis pada
pembebasan manusia. Pembebasan manusia tersebut menekankan aspek karakter
(afeksi) pendidikan, sehingga dapat menghasilkan manusia Indonesia yang siap
belajar, bukan siap pakai.
3) Melakukan demokratisasi
pendidikan, dalam arti memberi ruang kepada pesarta didik dan tenaga didik
untuk terlibat secara aktif dalam jalannya pendidikan dan penggunaan metode
pendidikan yang demokratis.
4) Melakukan standarisasi dan
pengetatan terhadaplembaga-lembaga pendidikan swasta baik dalam hal standar
biaya pendidikan, kurikulum dan metode pendidikan.
5) Mengorientasikan seluruh hasil pendidikan, seperti
misalnya inovasi teknologi, untuk kesejahteraan rakyat. Untuk keperluan ini,
diperlukan sebuah lembaga yang gigih dan progresif dan berasal dari lingkungan
pendidikan itu sendiri untuk mengontrol segala kebijakan-kebijakan di atas,
yakni Komite Pendidikan Rakyat!