Wednesday 21 August 2013

Alhamdulillah, Berkat Beasiswa Nggak Jadi PRT

Ketika sudah bertekad, segala cara akan ditempuh untuk meraih apa yang diinginkan. Hal ini tercermin dari Stya Nur Istiqomah. Gadis kelahiran Lampung Utara, 19 tahun silam ini rela bekerja apa saja untuk bisa kuliah, termasuk menjadi pembantu rumah tangga (PRT).
Stya Nur Istikomah
Stya menceritakan, ia pernah merasakan menjadi PRT selama tiga bulan. Dia pun menuturkannya kepada Okezone.
Waktu itu aku enggak punya uang untuk beli formulir SNMPTN, aku juga enggak mau merepotkan bapak. Kebetulan waktu itu salah satu staf di tempat bapak bekerja sedang mencari pembantu rumah tangga. Jadi ya aku tawarkan diri saja. Satu bulan dibayar Rp600 ribu, kisah alumnus SMA 1 Negeri Merlung, Jambi ini bersemangat.
Stya menceritakan, untuk pergi ke sekolah ia harus menempuh jarak delapan kilometer (km) dengan menumpang truk besar. Ditambah kondisi jalan yang tidak bagus, yang kerap berlumpur apabila turun hujan.
Kalau hujan turun pasti sepatu kotor dan pakaian basah kuyup. Aku sering diejek teman-teman sekolah, pun sering dimarahin guru karena sering datang terlambat. Padahal aku terlambat itu kan bukan keinginan aku, tetapi karena faktor alam, tambah gadis yang kini berkuliah di Universitas Jambi.
Satya sempat kecewa karena tidak lolos SNMPTN, namun ia tidak menyerah begitu saja untuk bisa kuliah. Ia mengambil jalur PMDK yang disediakan oleh pihak sekolah dan akhirnya diterima di Universitas Jambi. Tidak sampai di situ, Satya pun memikirkan bagaimana caranya untuk membayar uang kuliah nanti.
Aku sempat berpikir untuk bekerja lagi sebagai pembantu atau kerja hal lain supaya bisa membiayai kuliah. Untung waktu itu aku menemukan informasi mengenai beasiswa. Aku daftar, ikut seleksi, dan diterima. Untung lah aku jadi bisa kuliah secara gratis, papar mahasiswa jurusan Agroekoteknologi.
Dia mendapat beasiswa dari sebuah yayasan berbasis industri rokok. Jasa perusahaan itu sangat besar dalam hidup aku. Kelak apabila lulus nanti aku akan mengabdi di perusahaan itu, imbuh dia. Perusahaan yang dimaksud adalah Tanoto Foundation.
Orangtua pun menjadi sosok yang sangat berperan dan selalu menyemangati Stya. Ibu pernah berpesan, 'hidupmu itu pilihanmu, pertanggungjawabkan pilihanmu itu', tutup Stya. (OKZ)


Cari Duit untuk Beli Formulir SNMPTN
Bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi negeri masih menjadi mimpi banyak orang di Indonesia. Salah satunya Tya Nur Istiqomah (20), siswi SMAN 1 Merlung, Jambi.
Untuk mendapat secarik formulir Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), gadis yang sering disapa Tya itu harus rela menjadi pembantu rumah tangga.
Tya rupanya sudah terbiasa bersusah payah untuk mendapatkan pendidikan. Sejak SMP sampai SMA, dia harus menumpang truk untuk bisa bersekolah yang jauhnya hingga 8 kilometer.
"Dulu SMP SMA harus bisa semua naik ke atas truk jam 6 pagi. Nanti kalau di tengah jalan kehujanan kita harus plastikin sepatu kita. Sudah sampai sekolah pasti banyak yang ejek karena kita kebasahan," cerita Tya di gathering Tanoto Foundation di desa Batu Layang, Cisarua, Senin (19/8).
Tya tidak bisa protes atau meminta fasilitas sekolah dengan mudah kepada orangtuanya. Sebab bapak-ibunya hanya bekerja sebagai petani kelapa sawit. Situasi semakin pelik ketika ayah Tya berhenti bekerja. Tya yang kebingungan kemudian memantapkan hati untuk tetap maju ke perguruan tinggi.
"Bapak paham saya bilang mau kuliah. Saya harus bisa masuk. Saya lalu jadi pembantu rumah tangga buat beli formulir," kata Tya.
Selama tiga bulan, Tya bekerja menjadi pembantu di rumah asisten perusahaan bekas ayahnya bekerja. Dengan gaji Rp 600 ribu per bulan, dia berhasil membeli formulir SNMPTN. Sayangnya, saat ujian dia tidak lolos.
Tidak patah arang, Tya kemudian mencoba lewat jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) Universitas Jambi jurusan Agroteknologi. Lewat seleksi ini, Tya akhirnya berhasil lulus menjadi mahasiswa di sana.
Menjadi mahasiswa di perguruan tinggi, tak membuat Tya lepas dari persoalan uang kuliah.
"Saya ambil beasiswa Tanoto Foundation untuk jalur regional. Di Provinsi Jambi cuma empat orang yang terpilih dari 100 pendaftar. Salah satunya saya," kata Tya bangga.
Tya amat bersyukur atas beasiswa yang diberikan Tanoto Foundation kepadanya. Dia berhasil membuktikan pada semua, termasuk orangtuanya bahwa dia berhasil masuk universitas dengan kesungguhan yang dia punya. Tya pun merapalkan pesan disampaikan ibunya.
"Apa yang kamu pilih adalah tanggung jawabmu," tutupnya dengan perasaan haru.
[ren/merdeka.com]

No comments:

Post a Comment