Kuliah di perguruan
tinggi negeri menjadi gengsi tersendiri bagi sebagian orang. Selain proses
seleksi yang tak mudah, nilai prestige menjadi pertimbangan untuk bisa kuliah.
Mahasiswa Universitas Sumatera
Utara (USU) Deden Iskandar salah satunya. Kepada Okezone, ia menceritakan rasa
bangga dan jerih payahnya ketika bersekolah hingga bisa masuk ke universitas
asal Sumatera Utara itu.
Deden adalah anak ke-2 dari 4
bersaudara. Ayah Deden berprofesi sebagai penarik becak motor (bentor). Kakak
Deden mengalami putus sekolah. Ia tidak tamat SMA. “Aku ingin terus sekolah, aku tidak ingin
seperti abangku,” kata Deden
singkat.
Sejak kelas 2 SMP, Deden sudah
bekerja. Ia mencuci motor untuk mendapatkan uang. Ketika SMA, ayahnya
membelikan motor kepada Deden dikarenakan jarak rumah ke sekolah yang jauh.
“Ketika SMA aku dibelikan motor. Lalu aku inisiatif membuat bak
gandeng untuk dijadikan bentor. Setiap pulang sekolah aku narik bentor, lalu
setelah itu aku les,” tutur
alumnus SMA Negeri 1 Kota Pinang ini.
Uang yang diperoleh Deden pun
digunakan untuk les tambahan dan sebagian ia sisihkan untuk kuliah nanti.
Orangtua Deden kerap melarangnya untuk bekerja. Deden diminta untuk fokus
sekolah saja. Namun Deden merasa kasihan, ia ingin meringankan beban
orangtuanya mengingat masih ada dua orang adik.
“Capai sih, sekolah sambil narik bentor. Habis aku kasihan lihat
bapak kerja sendiri. Tapi justru dari bekerja itu, aku malah mendapat motivasi
lebih,” ungkap pemuda yang
kerap jadi juara cerdas cermat saat sekolah ini.
Setelah lulus sekolah, Deden
berhasil masuk ke USU. Ia membayar biaya kuliah dari uang yang terkumpul selama
ia bekerja saat sekolah dulu. “Terkumpul
Rp7 juta, tapi itu tidak cukup untuk membayar seluruh biaya kuliah, jadi masih
harus utang ke saudara,” kata
mahasiswa akuntansi ini.
Kini, Deden tidak pusing
memikirkan biaya kuliah, ia berhasil memperoleh beasiswa dari Tanoto Foundation. Berkat kerja
kerasnya, usaha yang Deden lakukan pun membuahkan hasil.
Okezone
No comments:
Post a Comment