Sunday 8 April 2012

Megah di Muka Tengik di Belakang

Jamak kita temui mal-mal megah di kota besar menjanjikan kenyamanan bagi pengunjung. Tapi, manakala di tengah asik memilah-milah barang yang akan dibeli, kita diganggu oleh rasa ingin membuang hajat ke belakang. Terpaksalah kita menuju sebuah ruang yang acapkali ditempatkan nyempil di pojokan. Dengan perasaan percaya diri, kita masuk ke tempat yang diberi tulisan TOILET UMUM dan sesuai dengan klasifikasi jenis kelamin yang kita punya WANITA atau PRIA. Ada juga tambahan dalam bahasa Inggris LADIES atau GENT.
Kalau pun keinginan membuang hajat tidak datang saat sedang asik belanja. Saat tiba waktu sholat, sebelum mengambil air wudlu, kita juga kadang menyempatkan pipis terlebih dahulu. Dan toilet yang kita masuki ternyata tidak sesuai dengan “wajah” mal yang terlihat megah di muka (depan) ternyata tengik (bau dan jorok) di belakang.
Aroma pesing sudah tercium dari luar, dan di dalam kita serasa dibekap karena menahan napas tak tahan karena baunya luar biasa menyiksa. Lebih tersiksa manakala air yang tersedia sangat tidak memenuhi standar higienis yang patut kita butuhkan. Atau bahkan air sama sekali tak menetes dari kran yang ada.
Kisah horor tentang kondisi toilet yang pesing ini tidak hanya kita temui di mal-mal yang megah. Di perkantoran, lebih-lebih instansi pemerintahan (termasuk sekolah-sekolah), di terminal, di pasar-pasar tradisional, juga akan meninggalkan ingatan di benak kita bahwa di kantor itu, di sekolah ini, di pasar sana, toiletnya bau pesing!
Perilaku Pengguna
Apa yang menyebabkan toilet bau pesing? Tak lain karena perilaku penggunanya. Sehabis membuang hajat tidak mau menyiramkan air sebanyak mungkin untuk menggelontorkan kotoran buang hajatnya. Tidak lelaki tidak perempuan (bisa jadi) sama perilakunya. Sehabis buang hajat ngeloyor pergi. Ada yang mengistilahkan BCL (belum cebok lari).
Adab bertoilet seperti itu sungguh memprihatinkan. Tidak terbatas pada kelas bawah atau kelas atas sama buruknya. Tidak hanya dalam menggunakan toilet, dalam hal antre untuk memakai toilet pun acapkali mengabaikan kaidah tata krama. Nyata-nyata yang antre sudah berpayah-payah berdiri lama menunggu giliran, eehh… enak saja ada yang baru datang nyelonong langsung ke depan pintu toilet yang sedang digunakan.
Ada lagi perilaku yang sangat merugikan. Jelas-jelas terpampang tulisan DILARANG MEMBUANG PEMBALUT KE DALAM LUBANG WC. Masih saja ada yang melanggar seolah merasa tidak berbuat salah apalagi berdosa. Akibat ulah mereka akhirnya WC jadi mampat sehingga mengurangi ketersediaan WC yang bisa diguunakan. Dan yang jelas membuat susah penjaga toilet, mereka ketiban sial untuk membuat WC mampat menjadi lancar kembali.
Keberadaban
Begitulah, toilet dan tabiat adab bertoilet kita menunjukkan level keberadaban, tanggung jawab pribadi, dan toleransi kita. Gerakan Toilet Higienis pernah mengadakan survei dengan pertanyaan ”Siapakah yang harus membersihakan toilet umum yang telah kita pakai?” Hampir semua responden menjawab, ”Petugas kebersihan!”
Mengapa bisa demikian? Ketua Asosiasi Toilet Indonesia Naning Adiwoso menduga, rendahnya tanggung jawab dan toleransi pengguna toilet umum ada kaitannya dengan kebiasaan masa lalu masyarakat kita yang membuang hajat di kebun atau kali.
Cara buang hajat semacam ini tidak menuntut tanggung jawab untuk membersihkannya. Cukup plungplung, selamat tinggal, nanti alam yang menghanyutkan. ”Kesadaran tak perlu bertanggung jawab selepas buang hajat terbawa hingga sekarang,” ujar Naning.
Tapi, apakah betul kebiasaan buang hajat di kebun itu masih ada sampai saat ini, dan kebiasaan itu terbawa meskipun saat buang hajat dilakukan di toilet umum? Sungguh mengherankan tentunya.
Dosen Antropologi universitas Udayana, Ida Bagus Gde Pujaastawa, berpendapat bahwa kebiasaan buang hajat di alam telah selesai satu-dua generasi yang lalu.
Ida Bagus menduga ada faktor lain, yakni cara pandang masyarakat kita tentang pembagian ruang. ”Masyarakat kita mengenal klasifikasi ruang berdasarkan tingkat kesucian. Nah, toilet itu dianggap wilayah paling tak suci atau kotor,” ujarnya.
Referensi: Kompas, Minggu, 25 MARET 2012

Belajar Jujur dari Toilet
Sebuah toilet yang semula kotor berubah menjadi kinclong dan wangi.
Itulah hasil kerja sembilan siswi SMPN 11 Bandung.
Modalnya hanya Rp300.000, hasilnya luar biasa.
Mereka jadi bertanggung jawab dan jujur.
Toilet itu terletak di sudut lantai dua. Tampangnya biasa saja, tetapi cukup menjanjikan kenyamanan pengguna. Kertas aneka warna yang dibubuhi tulisan dan gambar ditempel di dinding toilet, meniupkan suasana ceria. Toilet yang terdiri atas empat jamban itu terang, punya sirkulasi udara baik, serta berlantai bersih dan kering.
Di depan setiap pintu masuk jamban terdapat satu keset dan sepasang sandal jepit. Jangan coba-coba masuk ke toilet tanpa melepas sepatu. Kalau Anda nekat, mata para siswa yang memergoki Anda pasti mendelik.
Ada pula tempat sampah tertutup, plastik, gulungan tisu, sabun cair, dan sikat pembersih. Yang istimewa, terdapat pula pembalut dan pakaian dalam perempuan. Toilet ini memang dikhususkan bagi siswi yang sedang haid. Mereka bisa memanfaatkan pembalut dan pakaian dalam yang tersedia. Siswi cukup menaruh uang Rp500 sebagai penebus pembalut dan Rp5.000 untuk pakaian dalam.
Bagaimana kisah toilet bersih itu bermula? Ria Putri Primadanty (13), siswi kelas VII, Sabtu (17/3), menuturkan, dia risi setiap kali masuk ke toilet putri sebab sering menjumpai pembalut bekas mengapung di bak air. Dari sana Ria bertekat menyulap toilet itu menjadi kinclong dan sehat. Bersama delapan temannya, Ria pun mengajukan proposal Jamban Bersih Sehat dan Jujur kepada pengelola sekolah.
Atas dukungan Kepala SMPN 11 Bandung dan Ashoka —lembaga swadaya yang mendorong munculnya anak muda pemberdaya— proyek Ria terwujud. Sejak saat itu, Ria dan kawan-kawan menjadi ”laskar toilet” di sekolahnya. Sebelum masuk kelas, Ria dan kawan-kawan membersihkan toilet dan menyiapkan segala keperluan perempuan yang dibeli dengan modal awal Rp300.000. itu pun uang pemberian dari kepala sekolah.
”Ada yang sempat tanya, kok Ria mau-mauan menyikat WC setiap hari. Saya jawab, ”Enggak apa-apalah, ini kan untuk kepentingan bersama,” ujar Ria.
Sepak terjang Ria berhasil mengubah kondisi toilet putri SMPN 11 Bandung. ”Sekarang tidak ada lagi pembalut bekas bertebaran di mana-mana. Siswi yang minta izin pulang lebih cepat sekadar ingin ganti pembalut kian berkurang,” ujar guru pembina kesiswaan SMPN 11 Bandung, Agus Supriyanto.
Pada awalnya banyak siswi yang tidak membayar pembalut yang mereka gunakan. Bahkan uang yang ada di kotak pembayaran bukannya bertambah, malah berkurang. ”Sekarang tidak lagi sebab pengguna toilet sudah mulai jujur,” ujar Ria senang.
Ternyata dari toilet, tempat yang begitu privat kita bisa mengukur seberapa beradab, seberapa bertanggung jawab, seberapa toleran, dan seberapa jujur seseorang.
Kalau siswi-siswi SMPN 11 Bandung belajar menegakkan kejujuran
bermula dari toilet. Lantas dari mana orang belajar bohong dan korupsi?

Referensi: Kompas, Minggu, 25 MARET 2012

1 comment: