banyak koruptor di negeri ini karena PANCASILA sudah tidak dipakai dan diganti jadi PANCAGILA |
Menurut Budi, sekarang ini lembaga-lembaga pendidikan memang
cukup variatif berkaitan pembelajaran Pancasila, ada yang mengajarkannya khusus
dalam satu pelajaran, ada pula yang memasukkannya dalam pelajaran lain.
"Misalnya di perguruan-perguruan tinggi, ada yang
memasukkannya dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, ada juga beberapa
yang menghilangkan. Padahal, Pancasila merupakan landasan filosofi
bangsa," katanya.
Ia mengungkapkan pembelajaran Pancasila memang tidak bisa
disamaratakan perlakuannya untuk seluruh jenjang pendidikan, misalnya
pembelajaran di sekolah dasar (SD) berbeda dengan SMP, berbeda juga dengan
kuliah.
"Mungkin kalau mahasiswa diajarkan sekadar tekstual,
menghafal Pancasila, bosan. Orang-orang kesenian juga akan seperti itu. Namun,
nilai-nilai Pancasila bisa diaktualisasi untuk merangkul berbagai elemen
itu," katanya.
Karena itu, kata dia, Pancasila harus diajarkan dan
ditanamkan sesuai dengan jenjang pendidikan dan entitas yang dihadapi, misalnya
pembelajaran Pancasila pada jurnalis beda dengan kalangan politikus partai.
Pancasila, lanjut dia, juga jangan hanya diajarkan sebatas
pada pendidikan formal, tetapi harus mencakup pendidikan informal dan
nonformal, seperti kalangan santri di pesantren, atau kegiatan kepramukaan.
"Yang penting, Pancasila harus diajarkan secara lebih
`hidup`, misalnya mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan publik
yang dihadapi masyarakat sehari-hari. Aplikasi di lapangan yang perlu,"
katanya.
Ditanya pentingnya pembelajaran Pancasila dijadikan satu
pelajaran tersendiri, ia mengakui sebenarnya bergantung pada kebijakan setiap
lembaga pendidikan, sebab ada yang mengintegrasikan dengan pelajaran lainnya.
"Ya memang ada keberagaman kebijakan, ada
yang mengajarkannya tersendiri dalam satu pelajaran, ada yang mengintegrasikan
pelajaran lain. Yang jelas, Pancasila penting dan harus ada dalam
pembelajaran," kata Budi.
No comments:
Post a Comment