Wednesday 16 January 2013

Bahasa Daerah Dalam Kurikulum Baru Dipertanyakan


Uji publik pengembangan kurikulum 2013 yang dilakukan di Yogyakarta beberapa waktu lalu, memunculkan pertanyaan mengenai keberadan  bahasa daerah dalam mata pelajaran untuk anak-anak sekolah dasar (SD), mengingat mata pelajaran wajib hanya terdiri dari Agama, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, Penjaskes dan Seni Budaya.
Salah seorang guru dari SD Muhammadiyah Banguntapan, Heriyanto, mengatakan, untuk jenjang pendidikan dasar di Yogyakarta, masih ada mata pelajaran bahasa Jawa yang wajib diketahui oleh siswa. Pasalnya, adanya mata pelajaran ini juga merupakan cara untuk melestarikan budaya yang ada.
"Kami di daerah ada pelajaran bahasa daerah. Ini mau ditaruh di mana? Padahal, ini penting karena berkaitan dengan pelestarian budaya," kata Heri saat Uji Publik Pengembangan Kurikulum 2013 di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Yogyakarta, (4/12/2012) kemarin.
Ia juga mengungkapkan bahwa siswa-siswanya saat ini lebih fasih berkomunikasi dengan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, sementara perlahan bahasa Jawa yang merupakan bahasa daerah di Yogyakarta menjadi hilang dan hanya digunakan oleh orang-orang tua.
Menanggapi hal ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan bahwa kurikulum yang diujikan ini adalah desain minimum sehingga sekolah masih dapat mengembangkan dan menambahkan mata pelajaran yang dianggap perlu sebagai salah satu muatan lokal.
"Itu di dalam mulok kan ada seni budaya. Bahasa daerah bisa dimasukkan ke situ. Jadi, sekolah boleh menambah di situ," ujar Nuh.
Ia mengaku setuju bahwa bahasa daerah merupakan kekayaan budaya yang harus dilestarikan agar tidak hilang tergerus zaman. Untuk itu, bagi daerah-daerah yang memang memiliki bahasa daerah sebagai mata pelajaran, terbuka untuk memasukkannya dalam komponen mata pelajaran seni budaya yang merupakan bagian dari muatan lokal.
"Silakan saja untuk bahasa daerah. Sekolah bisa tambah lagi selama masih sesuai," tandasnya (*)

No comments:

Post a Comment