*****
Mendikbud Siapkan Buku Babon Kurikulum 2013
Mendikbud
Mohammad Nuh menyatakan pihaknya telah menyiapkan "buku babon" untuk
pegangan siswa dan guru dalam menerapkan kurikulum baru 2013.
"Buku itu tidak akan dibebankan kepada
siswa atau sekolah, tapi akan diberikan cuma-cuma oleh Kemendikbud,"
katanya dalam Uji Publik Kurikulu 2013 di Surabaya, Jatim, Minggu (09/12).
Di hadapan ratusan kepala sekolah, kepala
dinas pendidikan se-Jatim, ketua yayasan, ketua dewan pendidikan, dan pemangku
kepentingan pendidikan lainnya, ia menyatakan guru juga akan ada yang disiapkan
menjadi master teacher (guru utama).
"Untuk sosialisasi kurikulum 2013 itu, kami
akan melatih guru kelas 1, 4, 7, dan 10 dari seluruh sekolah hingga mereka akan
menjadi 'master teacher' yang akan menyosialisasikan kepada guru-guru lainnya.
Kalau ada guru teladan, daftarkan ke kami," ujarnya.
Menurut menteri yang juga Guru Besar ITS
Surabaya dan anggota Majelis Wali Amanah Unair Surabaya itu, kurikulum 2013
memang memberi kewenangan guru dalam metodologi
pembelajaran, tapi mereka diberi buku pegangan.
"Buku babon atau buku induk yang menjadi
pegangan itu akan menjelaskan metodologi pendidikan yang mendorong kreativitas
siswa dalam tiga hal yakni pengetahuan, ketrampilan, dan sikap," tuturnya.
Ia mengatakan kreativitas itu akan diajarkan
dengan lima pola yakni observasi (mengamati), questioning (bertanya), associating
(menalar), exprerimenting (mencoba)
dan networking (membentuk
jejaring/ke-Indonesiaan).
"Semua pola itu akan disosialisasikan
kepada seluruh guru melalui 'master teacher' dan akan tersosialisasikan dengan
cara mirip MLM, terutama SD yang perubahannya bersifat tematik
integralistik," tukasnya.
Dalam perubahan kurikulum itu, siswa kelas
1-3 SD memang akan diberi pola pembelajaran yang tematik integralistik, karena
siswa kelas 1-3 memang ditangani seorang guru yang merupakan guru kelas.
"Nanti, guru kelas itu yang mengintegralkan
pelajaran IPA dan IPS ke dalam Bahasa Indonesia dan Pancasila-PKN. Misalnya,
mata pelajaran tentang air yang bersifat mengalir, tekanan air, cara aliran,
standar, status, dan sebagainya," paparnya.
Apalagi, katanya, kurikulum 2013 merupakan
desain minimal dalam 24 jam untuk SD yang dapat dikembangkan oleh setiap
sekolah secara bebas, asalkan tidak mengurangi desain minimal yang diatur.
"Misalnya ada anak yang memiliki
kelebihan tertentu, maka sekolah dapat mengembangkan potensi siswa itu secara
bebas, asalkan desain minimal tidak terpengaruh," ucapnya.
Ia
menambahkan perubahan kurikulum itu dilakukan bukan secara tiba-tiba, melainkan
melalui RPJM (rancangan perencanaan jangka menengah) 2010-2014, Inpres, dan UU
Sisdiknas itu sendiri.
Antara.com | Minggu, 9
Desember 2012 |
Wujud Tidak Pahami Pendidikan
Anggota
Komisi X DPR Rohmani menyatakan, perubahan kurikulum pendidikan nasional yang
dipandang terburu-buru menjadi bukti jika pemerintah tidak memahami akar
persoalan pendidikan nasional.
"Pemerintah tidak memiliki analisis yang
tajam dalam membedah persoalan pendidikan nasional, sehingga pemerintah gagal
mendefinisikan akar pendidikan nasional," katanya usai mengikuti rapat
internal Fraksi PKS DPR di Jakarta.
Menurut Rohmani anggota DPR yang membidangi
masalah pendidikan, kebudayaan, olahraga dan pariwisata itu, berakibat pada
kebijakan pendidikan yang parsial.
"Kegagalan dasarnya adalah pada
kemampuan memotret persoalan pendidikan. Pemerintah tak mampu menjelaskan akar
pendidikan nasional," katanya.
Ia menambahkan kegagalan mendefenisikan
persoalan pendidikan ini mengakibatkan terjadinya pemborosan anggaran.
"Banyak anggaran negara sia-sia untuk
membiayai pembuatan kebijakan yang tidak bisa menyelesaikan persoalan
pendidikan nasional," katanya.
Dia menegaskan, yang terjadi pemborosan anggaran,
sementara persoalan pendidikan tidak kunjung teratasi. Sedangkan akar persoalan
pendidikan nasional adalah guru.
"Persoalan guru ini cukup kompleks,
terutama kesejahteraan guru. Semua guru belum menikmati gaji yang layak,"
katanya.
Ia mengatakan bahwa sertifikasi yang diklaim
meningkatkan kesejahteraan guru justru menimbulkan ketimpangan sosial di
kalangan guru.
"Persoalan kualitas belum juga teratasi
hingga saat ini. Belum lagi persolaan pemerataan guru, baik kuantitas dan
kualitas. Persoalan guru di daerah tertinggal belum juga mampu diatasi
pemerintah," katanya.
Rohmani
menegaskan seharusnya pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan dimulai
dari guru, karena sebaik apa pun kurikulum dan sarana pendidikan kalau tidak
didukung guru yang kompeten maka tidak ada artinya.
Antara.com | Selasa, 11
Desember 2012 |
Asah Kreativitas Anak
Perubahan
kurikulum yang digagas pemerintah saat ini dinilai tidak akan menghalangi
penerapan pendidikan wirausaha di sekolah. Pemerintah justru diharapkan mulai
mempertimbangkan untuk menggalakkan pendidikan wirausaha melalui kurikulum
2013.
"Ya saya sudah baca uji publiknya.
Konsepnya bagus sekali ya. Banyak bagian untuk mengasah kreatif anak di situ.
Nah semoga implementasinya lancar," ujar Manager of Professional Development Sugar Group School, Mierza
Miranti, dalam National Educators
Conference 2012 di Mulia Business
Park, Jakarta.
"Guru harus dipersiapkan dengan baik dan
dilatih untuk terbuka pada anak. Kuncinya terbuka saja sehingga anak tidak merasa
dibatasi saat sedang berkreasi menyelesaikan tugas," tambahnya kemudian.
Mierza sendiri sebenarnya berpendapat bahwa
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah media yang tepat untuk
mengaplikasikan pendidikan wirausaha pada siswa. Pasalnya, KTSP memungkinkan
guru untuk berkreasi dalam mengajar dan mengembangkan potensi anak didik.
KTSP, lanjutnya, memberikan kesempatan kepada
guru untuk mengembangkan kreativitas anak didiknya. Namun, pada kenyataannya,
Mierza menilai hal ini urung terjadi karena pemahaman konsep yang kurang dari
para guru menjadi kendala utama.
"KTSP
ini bagus karena guru bebas membuat metode pembelajarannya. Tapi ya karena
kurang jelas pemahaman implementasinya jadi mandeg,"
ungkapnya.
KOMPAS.com | Rabu, 12
Desember 2012 |
Dorong Anak Berpikir Ilmiah
Meski
banyak meraih prestasi gemilang di kancah dunia dalam berbagai olimpiade sains
dan matematika, rata-rata kemampuan berpikir anak Indonesia secara ilmiah tetap
dianggap masih rendah. Hal ini sempat dimunculkan lewat penelitian Trends in International Mathematics and
Science Study 2007 (TIMSS).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad
Nuh, mengatakan bahwa kurikulum baru yang tengah menjalani fase uji publik ini
bertujuan utama membangun kemampuan berpikir anak secara ilmiah. Dia yakin
bahwa ini akan berdampak baik mengingat banyaknya laboratorium alami yang dapat
dieksplorasi oleh anak-anak.
"Kita ini punya laboratorium terlalu
banyak. Jadi semestinya bisa kita dorong lagi anak-anak ini agar mampu berpikir
scientific," kata Nuh, di
Jakarta.
Dia
menambahkan bahwa dengan tingginya intensitas anak melakukan observasi langsung
tentang fenomena alam di lapangan, mereka dapat lebih yakin terhadap suatu hal.
Selanjutnya akan muncul berbagai pertanyaan kritis dari rasa ingin tahu
anak-anak ini terhadap fenomena alam yang sedang diobsevasi.
"Ini aktivitas intelektual akan
berjalan. Kalau sudah begini, tinggal diajari untuk menalar sesuatu. Transfer
ilmu pun terjadi," jelas Nuh.
Selama ini, anak-anak malas mengembangkan
imajinasi dan kreativitasnya karena kemampuan berpikir mereka dibelenggu pada
hal-hal yang sifatnya biner. Intinya jika anak menjawab tidak sesuai dengan
guru, maka jawaban mereka langsung disalahkan tanpa dilihat proses anak
menjawab.
"Kurikulum
baru ini nanti tidak boleh seperti itu. Anak diberi ruang. Sekarang kalau
kurikulum nggak diubah ya nggak dapat apa-apa," tandasnya.
KOMPAS.com | Selasa, 18
Desember 2012 |
No comments:
Post a Comment