Para pengelola sekolah bekas (eks) Rintisan
Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) di Kota Bandarlampung sepakat dan terus
bertekad untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas pendidikan meski
tidak lagi menyandang predikat atau label RSBI.
Drs Haryanto MSi Kepala SMPN 1 Bandarlampung |
Kepala
SMP Negeri 1 Kota Bandarlampung, Drs Haryanto MSi, Minggu (20/1), mengatakan,
setelah melakukan komunikasi dengan para siswa, guru, orang tua/wali siswa,
pengurus Komite Sekolah, umumnya mereka tetap menginginkan kualitas pedidikan
di SMP eks SRBI itu dipertahankan.
Guna
menyosialisasikan hal-hal yang terkait dengan program dan pelaksanaan
belajar-mengajar di bekas SMP RSBI itu menyusul adanya keputusan Mahkamah
Konstitusi (MK), pihaknya terus melakukan tahapan kegiatan, sambil menunggu
kebijakan terbaru dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas).
Sebelumnya,
MK telah membatalkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terutama Pasal 50 Ayat 3, yang mengatur
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di bawah sekolah-sekolah pemerintah. MK
menilai hal itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
Melalui
beberapa kali kesempatan, Haryanto yang juga mendapat kepercayaan menjadi Ketua
Forum RSBI Lampung itu menjelaskan, sebagai penyelenggara pendidikan pihaknya
hanya menjalankan aturan dan menganggap tidak ada yang dilanggar, karena apa
yang dilakukan sudah mengikuti baik Undang Undang, Keputusan Menteri, serta
surat Edaran.
Dia
juga membantah dengan tegas jika RSBI hanya sekolah untuk anak-anak orang kaya,
tempat mencari uang, ladang korupsi, tidak memberikan kesempatan kepada siswa
miskin, tempat titipan anak pejabat, dan lainnya seperti yang dituduhkan banyak
pihak.
Hal
itu karena seleksi masuk calon siswa sudah megikuti standar yang ditentukan,
siswa yang mampu secara prestasi tetapi tidak mampu secara ekonomi juga banyak
yang diterima, bahkan banyak pula siswa yang orang tuanya tidak mampu setelah
diteliti dibebaskan dari biaya pendidikan.
Sementara
pada sisi lain, program serta sarana dan prasarana belajar di RSBI saat itu
jauh beda jika dibandingkan dengan saat masih reguler, seperti jumlah siswa
dalam satu kelas hanya 24 orang, sementara di reguler bisa sampai 40 orang.
Belum
lagi di ruang kelas harus ada pendingin ruangan (AC), alat pendukung teknologi
informasi (IT), penerapan bahasa asing, pelajaran ekstra, dan lainnya.
“Sebenarnya,
soal biaya pendidikan antara RSBI dengan sekolah reguler di Kota Bandarlampung
masih tidak jauh-jauh berbeda,” katanya.
Bahkan,
dari segi sumbangan penyelenggaraan pendidikan dari masyarakat, atau orang tua
murid di Banarlampung selain masih dalam tahap sangat wajar, juga jauh lebih
murah jika dibandingan di beberapa daerah lain di Pulau Jawa.
Sementara
itu, selama ini dari segi biaya operasional pendidikan, sebagian besar atau
sekitar 70 persen masih dari dukungan para orang tua/wali siswa, hal itu karena
kemampuan keuangan pemerintah yang masih sangat terbatas, tidak bisa cepat,
sementara kegiatan belajar-mengajar harus jalan secara tepat waktu.
“Dukungan
para orang itulah yang selama ini sangat besar terhadap kemajuan prestasi
anak-anak di RSBI, dan memang sebenarnya maju atau tidaknya penyelenggaraan
pendidikan itu sangat tergantung masyarakat sebagai pemilik pendidikan,” katanya.
Haryanto
menambahkan, pihaknya masih menunggu hasil pertemuan antara para Kepala Dinas
Pendidikan se-Indonesia dengan pihak Kemendiknas pada pekan depan, dan
selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan pertemuan dengan Komite Sekolah serta
para orang tua murid, guna membahas bagaimana pembiayaan pendidikan setelah
RSBI dibubarkan.
Ketua
Komite SMP Negeri 1 Bandarlampung, Mirwan Karim SE, menjelaskan, Keputusan MK
tentang Pembubaran RSBI harus diikuti, namun demikian langkah apa ke depan
terhadap sekolah tanpa label RSBI lagi
itu masih harus menunggu keputusan dan kebijakan pemerintah melalui
Kemendiknas.
“Karena
itu para siswa, pihak sekolah sebagai penyelenggara pendidikan dan para orang
tua/wali murid agar tetap tenang, dan kegiatan belajar-mengajar tetap harus
berjalan,” demikan Mirwan Karim.
Hasil
pemantauan di lapangan menunjukkan, logo, tulisan label huruf RSBI di papan
nama dekat pintu gerbang masuk SMP Negeri 1 Bandarlampung itu sudah dilepas
beberapa hari sejak keputusan MK itu keluar. Antara.com | Minggu, 20-1-2013
| LAMPUNG EKSPRES plus | Senin, 21 Januari 2013 |
No comments:
Post a Comment