Penggabungan mata pelajaran IPA dengan mata
pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 dianggap tidak fokus. Di satu
sisi pemerintah menyatakan sarjana bidang sains sangat kurang. Namun, di sisi
lain pendidikan sains kurang mendapat tempat. Padahal, pendidikan sains perlu
ditanamkan sejak dini. Penggabungan sains dengan Bahasa Indonesia pun
membingungkan soal fokus materinya.
”Belajar bahasa itu bisa masuk ke sains
ataupun ilmu sosial. Jangan dibalik, Bahasa Indonesia memakai konsep sains atau
ilmu pengetahuan sosial,” kata Sam Mukhtar Chaniago, dosen pada Jurusan Bahasa
dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta, dalam acara diskusi panel
Kurikulum 2013 dan Tantangan Masa Depan Indonesia, di Jakarta, Senin (3/12/12).
Hadir sebagai pembicara Ketua Himpunan
Pengembang Kurikulum Indonesia S Hamid Hasan, Henny Supolo Sitepu dari Yayasan
Cahaya Guru, Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung Iwan Pranoto,
serta Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim.
Acara dimoderatori pelatih guru nasional Itje Chodidjah.
Menurut Sam, bahasa dapat diterapkan pada
semua mata pelajaran. Sebab, kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis dapat dikembangkan pada semua mata pelajaran dengan tematik integratif.
Iwan mengatakan, jika IPA atau IPS diajarkan
ke dalam Bahasa Indonesia, perlu dipertanyakan pengukurannya. Perlu diperjelas
apakah pembelajaran tersebut berdasarkan kaidah bahasa atau sains.
Menurut Iwan, bangsa ini perlu menguatkan
pendidikan dalam sains, teknologi, teknik, seni, dan rekayasa. Hal ini bisa
menjadi modal bangsa untuk memajukan peradaban.
Hamid menuturkan, di jenjang SD, sebanyak 60
persen content IPA dan IPS yang sekarang ini dikurangi. Sebab, di SD bukan
pendidikan yang berdasarkan disiplin ilmu. ”Content dari disiplin ilmu itulah
yang dikembangkan ke kompetensi,” kata Hamid.
Musliar mengemukakan, pengembangan Kurikulum
2013 ini akan mengubah pembelajaran di kelas yang membuat siswa belajar aktif.
Kurikulum yang dikembangkan pemerintah ini bersifat minimal, sekolah boleh
mengembangkan sesuai kebutuhan.
”Dibukanya
dokumen kurikulum untuk uji publik dalam rangka menjaring masukan untuk
penyempurnaan,” kata Musliar.
Antara.com
| 5 Desember 2012
No comments:
Post a Comment