Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan akan mengendalikan buku induk pelajaran siswa
sepenuhnya dengan kurikulum yang baru untuk mencegah soal-soal yang menyimpang
dari kaidah, kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh.
"Dengan kurikulum yang baru, semua buku
akan dikendalikan dan diterbitkan dari pusat. Isi 100 persen tanggung jawab
kami, dan akan ditulis secara faktual," kata Mohammad Nuh dalam jumpa pers
dengan wartawan di Jakarta.
Menurut dia, buku induk tersebut akan dicetak
secara komplit. Isinya meliputi sejumlah hal, mulai pelajaran, pemahaman,
hingga latihan. Sehingga untuk berlatih, siswa tidak lagi memerlukan buku LKS.
"Isi buku sudah diproses dan disusun
secara khusus oleh tim ahli," tukasnya.
Intinya, lanjut dia, isi, detail, dan halaman
buku yang akan digandakan tidak akan diserahkan kepada siapapun. Pengendali
materi dipegang langsung oleh pusat.
"Dalam bayangan kami, master dari buku
tersebut kita siapkan saja, sehingga ketika daerah meminta tinggal dicetak saja
sehingga penanggungjawabnya jelas.
Ia tidak menginginkan kewenangan isi buku
dilimpahkan ke orang lain. Isi substansi harus sesuai dengan pemahaman siswa.
Karena itu, tidak akan ada lagi soal maupun
latihan yang menyimpang dari kaidah, sehingga peserta didik diharapkan bisa
dengan mudah mengerti serta kreatif.
Ia menjamin tidak akan ada lagi kalimat yang
menggunakan nama pemain film dewasa seperti Maria Ozawa alias Miyabi, atau juga
cerita istri simpanan Bang Maman dari Kali Pasari.
Menurut dia, isi Lembar Kerja Siswa (LKS)
seperti itu bisa lolos ke tangan siswa karena kewenangan pengawasan tidak
terpusat pada Kemendikbud.
"Buku
tersebut bisa beredar karena memang tidak ada pengendali utama sampai halaman
dan gambar, karena kewenangan diberikan ke daerah," ujar dia.
Antara.com | Kamis, 6-12-2012 |
Tak Akan Ada Lagi Penjurusan di SMA?
Dalam
perubahan kurikulum baru yang akan diterapkan pada Juni 2013 nanti, jenjang
pendidikan dasar terus menjadi sorotan karena perombakan yang dilakukan cukup
besar. Padahal perubahan besar juga terjadi pada struktur kurikulum pendidikan
menengah.
Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad, mengatakan bahwa penjurusan pada
jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah bukan menjadi pilihan lagi. Untuk
itu, ada dua alternatif yang ditawarkan pada kurikulum baru untuk metode
pembelajaran tingkat SMA.
"Yang jelas penjurusan nampaknya sudah
bukan opsi lagi. Pilihannya sekarang adalah kelompok peminatan atau
nonpenjurusan sama sekali," kata Hamid.
Dari dua pilihan tersebut, Hamid menuturkan
bahwa pilihan cenderung mengarah pada kelompok peminatan. Bentuk kelompok
peminatan ini sendiri sebenarnya merupakan kombinasi antara penjurusan dan non
penjurusan. Pasalnya, bagi siswa yang masuk kelompok peminatan IPA tetap
diperbolehkan mengambil mata pelajaran di luar kelompok peminatan tersebut.
"Jadi dengan kelompok peminatan ini,
yang suka IPA memilih kelompok IPA tapi
tetap boleh ambil mata pelajaran dari kelompok peminatan lain. Komposisinya
tetap diatur nanti. Yang pasti untuk kelompok IPA, mata pelajaran pada kelompok
itu harus lebih banyak," jelas Hamid.
Untuk masalah teknis pelaksanaan, ada dua
opsi yang sedang dibahas yaitu menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS) atau
tetap dengan sistem jam pelajaran seperti sekarang. Namun yang pasti sistem
moving class akan diberlakukan bagi anak-anak SMA mengingat terbukanya peluang
untuk memilih mata pelajaran yang disukainya.
"Nah
mulai dari kelas berapa juga masih dibahas. Ada yang minta dari kelas X. Jadi
saat kelas IX, guru BK harus bekerja ekstra untuk mengarahkan anak pada minatnya.
Tapi semua ini akan diperhatikan dari hasil uji publik juga," tandasnya.
KOMPAS.com | Jumat, 7-12-2012 |
Sekolah Boleh Tambah Mata Pelajaran
Meski
jumlah mata pelajaran SD dan SMP dikurangi dalam Kurikulum 2013, sekolah masih
boleh memberikan mata pelajaran tambahan sesuai kebutuhan. Ini disebabkan, mata
pelajaran dalam kurikulum itu merupakan standar minimal.
”Kalau mau nambah boleh, tetapi tidak boleh
dikurangi. Intinya, ini kurikulum minimum. Standar yang kita harapkan,” kata
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh saat uji publik Kurikulum 2013,
di Kampus Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Mendikbud mencontohkan, sekolah-sekolah yang
akan tetap memberikan pelajaran Bahasa Inggris atau mata pelajaran lain.
Nuh mengatakan, kurikulum ini hampir sama
dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang berlaku saat ini, tetapi
sekolah tidak perlu terlalu rinci dan teknis membuat kurikulum untuk tingkat
satuan pendidikan.
Dalam dialog dengan para guru, Mendikbud
menerima keluhan dari guru yang khawatir kewajiban tatap muka 24 jam per minggu
tidak akan terpenuhi. Menghadapi pertanyaan ini, Nuh mengatakan, memang dengan
kurikulum baru nantinya tugas guru di luar kelas akan lebih lama. ”Ketentuan 24
jam tatap per minggu, kemungkinan akan berubah,” kata Mendikbud.
Anggota Komisi X DPR RI Raihan Iskandar
berharap uji publik tak sekadar formalitas. Pemerintah juga diminta melakukan
uji praktik di sejumlah daerah serta melakukan evaluasi.
Pertimbangannya, kurikulum baru menuntut guru
banyak kreativitas dan inovasi untuk mengoptimalkan potensi siswa. Padahal dari
hasil uji kompetensi guru, secara umum kualitas guru masih rendah.
”Uji praktik bisa digunakan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan Kurikulum 2013 dalam tataran implementasi,” kata Raihan
Iskandar.
Sementara itu di sejumlah daerah, guru-guru
masih bingung dengan rencana penggabungan mata pelajaran IPA/IPS dalam
pelajaran Bahasa Indonesia.
”Di SD memang tidak ada guru bidang studi.
Tetapi mata pelajaran IPA dimasukkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia, masih
sulit dipahami,” kata Kusmiatun, guru SD Nabilah Batam.
Sumadji, guru SD di Jember, Jawa Timur, dan
Wan Zahir, guru SD 004 di Batam, juga menyatakan hal yang sama. Sejumlah guru
lainnya mengambil contoh sederhana tentang panca indera. Secara substansi,
murid betul menyebut ada lima, tapi salah dalam ejaan Bahasa Indonesia karena
menulis ”indera” menjadi ”indra”.
”Harus dinyatakan betul atau salah? Karena
IPA-nya betul, tetapi pelajaran Bahasa Indonesianya salah,” kata Sumadji.
Kepala Dinas Pendidikan Jember Bambang
Hariyono mengatakan, masih bingung jika ditanyakan guru-guru soal kurikulum
baru. ”Terus terang saya belum tahu, dan tak tahu pula harus menanyakan ke
mana?” ujarnya.
Di
Yogyakarta, praktisi pendidikan, ST Kartono, mengingatkan, waktu sosialisasi
kurikulum baru sangat pendek. Jangan sampai hal ini menimbulkan kekacauan di
awal tahun ajaran baru.
Antara.com
| Sabtu, 8-12-2012 |
No comments:
Post a Comment