Saturday 19 January 2013

Rencana Perubahan UN Ditolak


Banyak orang tua turut cemas dengan adanya rencana perombakan kurikulum pada 2013. Pasalnya  perubahan pada tingkat pendidikan menengah tidak signifikan pada pendidikan dasar, kemungkinan perubahan mekanisme pelaksanaan ujian nasional (UN) menuai kontroversi.
Salah satu orang tua siswa SMK Negeri 48 Jakarta, Oki Arvani (50) mengaku, tidak setuju dengan rencana UN yang dilakukan pada kelas XI Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dikhawatir anak-anak belum siap untuk menjalankan metode seperti itu sehingga sosialisasi harus gencar.
"Janganlah kalau UN dimajuin. Takutnya banyak yang belum siap. Tapi kalau pemerintah tetap mau melakukan, ya artinya anak kelas XI yang ada nanti mau nggak mau jadi bahan percobaan," kata Oki, di Jakarta, Senin (10/12/).
Tidak hanya itu, ia juga meminta pada pemerintah agar mengkaji kembali rencana perubahan spektrum keahlian di tingkat SMK yang memungkinkan adanya pengurangan bidang keahlian yang sudah berkurang peminatnya. Menurutnya, pengurangan bidang keahlian ini juga akan berpengaruh pada minimnya generasi yang ahli di bidang tersebut.
"Kurang diminati bukan berarti nggak ada yang minat. Jadi tetap dibuka, biar keahlian dari jurusan itu nggak mati atau hilang gitu aja," ujar Oki.
Sementara itu, Mara Siregar (46) yang merupakan ayah dari seorang siswi SMA Negeri 1 Medan, mengatakan bahwa perubahan kurikulum yang menghilangkan sistem penjurusan dinilai tepat. Pasalnya, dengan adanya penjurusan pada tingkat sekolah menengah ini telah membatasi minat anak.
"Anak-anak SMA ini kadang belum tahu minatnya dimana. Penjurusan ambil IPA. Saat mau masuk kuliah, minatnya hukum misalnya. Berarti dia harus belajar ulang lagi tentang IPS yang hampir sudah tidak dipelajarinya lagi," ungkap Mara.
Namun mengenai usulan kebijakan UN yang dimajukan pada kelas XI, Mara tidak sepenuhnya setuju mengingat kesulitan yang akan dihadapi anak-anak akan semakin besar. Ia juga khawatir tingkat stres pada anak-anak akan meningkat jika dipaksakan menghadapi UN pada tahun kedua di sekolah menengah.
"Tujuannya baik agar ada persiapan sebelum universitas. Tapi secara psikologis, anak-anak ini takutnya tidak siap dan malah muncul masalah baru," ujarnya.
Antara.com | Senin, 10 Desember 2012 |

UN Tidak Cocok Alat Evaluasi Kurikulum
Meski muncul banyak kritikan terhadap kurikulum baru yang akan diterapkan pada pertengahan tahun 2013 mendatang, pendekatan berbasis tematik integratif yang ditawarkan tetap diapresiasi. Namun, dengan pola pendekatan pendidikan semacam ini, bentuk evaluasi kepada siswa semestinya juga tidak lagi ketat.
Praktisi pendidikan dari Universitas Paramadina, Abduh Zein, mengatakan bahwa metode tematik integratif ini membuka peluang guru dan siswa untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang tema bahasannya. Anak-anak juga bebas mengobservasi dan mencari tahu sendiri jawaban dari permasalahan yang dihadapi.
"Metode seperti ini tanpa batasan dan dinamis sehingga akan jadi persoalan jika ujian nasional (UN) masih dijadikan alat evaluasi," kata Zein saat Focus Group Discussion Menyoal Kurikulum 2013 di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta.
Ia mengungkapkan bahwa jika tetap dipaksakan mengevaluasi siswa dengan sistem UN, konsep kurikulum yang digagas saat ini hanya akan sia-sia. Pasalnya, guru tak akan bisa dengan bebas mengembangkan tema bahasan karena ada koridor yang harus diikuti agar anak-anak bisa mengerjakan UN dengan baik.
"UN itu sangat rigid. Kisi-kisinya ada dan umumnya yang keluar soalnya seperti itu sehingga guru mau tidak mau ikuti saja. Kalau begini, apa yang berubah," ujar Zein.
Untuk itu, sejalan dengan perubahan kurikulum, UN mestinya bukan lagi menjadi pilihan pemerintah untuk melakukan evaluasi pendidikan bagi para siswa di tiap jenjang. Pemerintah harus mulai mempersiapkan formulasi baru untuk alat evaluasi siswa menyesuaikan dengan metode pembelajaran pada kurikulum baru.
Antara.com | Jumat, 14 Desember 2012 |


UN Bisa Berubah
Mendikbud Mohammad Nuh menegaskan bahwa ujian nasional (UN) akan bisa berubah bila Kurikulum 2013 sudah benar-benar diterapkan.
“Tahun ini (2013), UN masih tetap, karena perubahan kurikulum masih Juni 2013, sedangkan UN akan dilaksanakan pada April-Mei 2013,” katanya dalam Sosialisasi Kurikulum 2013 di Bangkalan, Senin (31/12).
Mohammad Nuh mengemukakan, proses dan output dalam Kurikulum 2013 itu sama-sama penting.
“Karena itu, proses dan output harus dikombinasikan, sehingga UN ke depan akan bisa berubah, tapi perubahan itu bukan sekarang, sebab Kurikulum 2013 masih tahap uji publik,” katanya.
Menurut dia, perubahan Kurikulum 2013 itu tidak dilandasi kepentingan politik sama sekali, melainkan murni dengan landasan akademik, karena itu pihaknya melakukan uji publik Kurikulum 2013.
“Kalau pertimbangan politik mungkin perubahan itu bisa batal, karena kami menghadapi stigma masyarakat yang seakan-akan membenarkan bahwa ganti menteri itu ganti kurikulum,” katanya.
Namun, pihaknya mengambil risiko dengan mempertimbangkan kepentingan riil untuk masa depan generasi muda yang lebih baik yakni pintar tapi benar atau benar tapi pintar.
“Jadi, perubahan kurikulum itu untuk menyikapi perubahan zaman yang kelak akan mengutamakan kompetensi, namun kompetensi itu kami sinergikan dengan nilai-nilai karakter,” katanya.
Ia menjelaskan kompetensi masa depan itu mencakup tiga bidang yakni sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.
“Perubahan sikap itu ditentukan pendidikan karakter, sedangkan perubahan ketrampilan dan pengetahuan itu ditentukan inovasi. Cara untuk mendidik siswa yang memiliki inovasi adalah mengembangkan kreatifitas,” katanya.
Untuk mengembangkan kreatifitas, katanya, bisa dilakukan dengan lima tahapan yakni observasi (pengamatan), bertanya, berpikir (nalar), eksperimen, dan menyampaikan (presentasi tertulis atau lisan).
“Jadi, saya tidak mempertimbangkan jabatan, tapi saya mempertimbangkan masa depan. Saya akan mendorong kompetensi itu agar generasi muda sekarang dapat membeli masa depan dengan ’harga’ sekarang,” katanya.
KOMPAS.com | Senin, 31 Desember 2012 |

No comments:

Post a Comment